'cookieChoices = {};' Nasihat Islami, Dan Kesehatan Islami.: April 2016

Sunday, April 24, 2016

Pak Jokowi, intoleransi dan sara, buat rakyat menderita.

Pak Jokowi, intoleransi dan sara, buat rakyat menderita. Kata orang, negara ini ibarat suatu keluarga besar. Penghuninya punya macam-macam kelakuan dan keinginan, ada yang baik ada yang "nakal". Ada yang punya kepahaman yang sama tapi ada yang berbeda dari orang tuanya. Apakah karena dia "nakal" atau karena dia punya pemahaman yang berbeda menjadi bukan keluarga? Tentu tidak. Selagi dia anak tentulah keluarga dan tentulah jadi tanggung jawab orang tua. Sebagai orang tua yang baik, pastilah dia bertindak arif dan bijaksana.
Demikian halnya dengan negara. Warganya ada yang baik ada yang "nakal", tapi itu tetap warganya.
Hendaknya ini menjadi kepahaman semua warga.
Indonesia ditakdirkan terdiri dari banyak etnis dan agama , bermacam kultur dan adat istiadat. Apakah dengan beda agama beda suku, beda kultur bukan warga Indonesia? Tentu tidak! Berkahnya warga Indonesia mayoritas memeluk agama Islam. Kenapa "berkah", karena seharusnya orang Islam paham sekali dengan Tuntunan dari yang Maha Berkah, Al Quran dari Allah Swt dan Sunnah Alhadist Rasulullah SAW, sudah cukup lengkap memberi peringatan agar hidup dalam sayang menyayangi.Kedua Kitab itu tidak ada yang bohong, tidak ada keraguan didalamnya, haq, pasti terjadi, menuntun manusia bahagia di dunia dan bahagia di akhirat. Ironinya saking mayoritasnya , justru oknum-oknumnya ada yang "keluar jalur", membuat kehebohan sehingga sampai berpotensi terjadinya intoleransi dan sara.
Kasihan ummat yang punya akhlaqul karimah tinggi, mereka mengalah walau di hina dan di fitnah, karena dia memilih mendengarkan peraturan pemerintahnya sebagai "orang tua keluarga besar", agar rukun. Bahkan pemerintah setempatnya secara informal sudah diberitahukan bahwa ada warganya melakukan kegiatan berpotensi sara ; Pak Lurah , pak Camat ada yang hanya "diam", malah bukan mencairkan.  Walaupun diperlakukan tidak adil, dengan rasa menderita dan was-was mereka tetap sabar dan memilih berdoa pada Allah, semoga "mereka", diberi hidayah diberi petunjuk.Sendi sendi pembangunan bangsa tidak produktif dengan kelakukan intoleransi dan sara. Ummat yang mengalah itu,  mereka lebih mengedepankan Kerukunan ummat beragama, dengan mengedepankan uchuwah Islamiyah, menjauhkan intoleransi , menjauhkan sara, untuk persatuan bangsa. Sebagai saudara yang baik dia tau benar, bahwa aniaya tidak boleh dibalas dengan aniaya, dosa besar. Tidak ikut ikutan fitnah karena, "Fitnah, lebih kejam dari pembunuhan" ( apanya?) SIKSA AKHIRATNYA "DISISI" ALLAH SWT. Ingin tahu?! Nanti, pasti datang.
Orang Islam tau betul betapa sengsaranya siksa akhirat, sehingga ummat ini tidak mau , moh (Jawa) dengan siksa akhirat, menjaga betul jangan sampai menimpanya. Padahal "mati" datangnya sewaktu-waktu , setelah itu datanglah persoalan akhirat yang maha dahsyat. Didalam keadaan bumi sudah diganti dengan tembaga dan matahari sudah didekatkan sejengkal dari kepala, dalam keadaan demikian, "tidak ada amalan yang tidak diminta pertagungjawaban semua diteliti semua manusia. Bayangkan berapa milyar banyaknya manusia yang pernah ada sejak Nabi Adam sampai hati Kiamat nanti. Berapa lama giliranmu. Apakah masih mau menuruti hawa nafsunya, supaya terkenal, supaya jadi "orang gede", padahal warga yang lain teraniaya oleh ulahnya. Muslim seharusnya paham akan hal ini.
Sampai Nabi SAW bersumpah: " Demi Dzat, diriku ditangannya Dzat, bahwa kamu sekalian tidak akan bisa masuk surga sampai kalian semua beriman, dan kalian tidak disebut beriman , sampai kalian semua saling sayang menyayangi satu sama lain".
Pak Jokowi , itu bahan bapak kepada ummat ini, kepada warga bangsa yang beraneka ragam ini, bersatulah, rukunlah, damailah.

Pak Jokowi , harus ada solusi yang menyentuh di akar bawah soal intoleransi dan sara.

Kalau tidak ada solusi yang menyentuh sampai di akar bawah  soal intoleransi dan sara, berpotensi besar rakyat dibikin sengsara oleh segelintir orang "picik", membuat pembangunan bangsa tertatih tatih tidak lancar dibawah.
Sekiranya, Apakah tidak baik bila harus ada " Lembaga" kerukunan ummat beragama" dari pusat sampai ke akar bawah di Desa, buat semua agama, bekerja mengatasi menasihati ummatnya "yang nakal" dan kepentingan lainnya. Jadi tiap tiap agama harus punya " lembaga kerukunan  ummat beragama", sampai desa. Islam umpamanya, harus punya lembaga kerukunan ummat beragama Islam dari segala aliran dan pecahannya. Gunanya bermusyawaroh bukan menang-menangan, bila terjadi masalah diintern Islam , lembaganya mengutamakan kedamaian dan kerukunan, tidak menjelekkan, saling maaf memaafkan, menjauhkan sikap dari intoleransi dan sara. Itu pasti ulahnya seorang, membawa bawa yang lain. Kemudian untuk" lintas agama" kita buat "Dewan kerukunan ummat beragama", sampai ke desa.  Dalam musyawaroh , yang dicari damai dan rukunnya, bukan ngotot-ngototan. Agar sesama warga bangsa dapat hidup berdampingan buat persatuan bangsa, dan membangun bangsa sampai anak turun bangsa bisa hidup senang dan rukun. Jangan saling fitnah, jangan provokatif, jangan sangka jelek. Masing-masing pemuka agama dan segala alirannya mengurus ummatnya, agar ibadah dengan tenang syukur bisa ibadah dengan baik bahkan dilindungi oleh negara. Jadi tidak ada warga bangsa umpama mengaku Islam , tidak tersentuh oleh pembinaan agama cara benar oleh pemukanya.  Tidak ada warga yang " liar tak terbina", sesuai keyakinannya; siapapun dia orang biasa sampai orang "luar biasa".
Kita ditakdirkan memang berbeda, jangan menyalahkan "cara" orang yang memang berbeda. Jangan dibanding bandingkan pasti beda. Urusan "mana yang benar", nanti ( !) urusan masing-masing disisi Allah. Nasihati ummat masing masing agat taat beribadah pada Allah dan RasulNya, jangan sampai melanggar apalagi murtad.
Oknum yang melanggar aturan agamanya apalagi murtad, dan pindah keyakinan yang lain, silakan saja. Tapi jangan menjelek jelekkan atau menjadi provokator mengajak  untuk memusuhi agama atau keyakinan sebelumnya atau yang lain. Disini perlu kearifan pemuka agama masing-masing.Jadi apabila terjadi kechilapan, pemukanya mengajak ummatnya rukun cari solusinya, bukan permusuhan, islah, mengutamakan saling maaf dan sayang menyayangi sesama bangsa, baik itu suatu agama atau keyakinan maupun lintas agama. Hidayah itu milik Allah. Manusia tidak bisa memberi hidayah walau kepada orang yang dia cintai. Allah lah yang memberi hidayah kepada orang yang Allah kehendaki ( Alquran)
Pak Jokowi itu satu lagi bahan bapak. Rakyat sangat tidak tentram diperlakukan tidak adil oleh warga sendiri yang kebetulan jadi " pejabat tingkat bawah, merasa paling benar, paling kuasa di akar bawah".
Semoga bisa jadi bahan pertimbangan. Semoga Allah Swt selalu membimbing kita dijalan kebenaran.



Popular Posts