'cookieChoices = {};' Nasihat Islami Untuk Kesehatan Jiwa dan Raga.

Friday, March 21, 2025

Menjaga Amanah Kepemimpinan: "Tafakahu Qobla Antusawwadu dalam Perspektif Islam"

 



PAKET BUNDLING HEMAT SARUNG KOKO - SARKO KOBATA -
SET SARUNG DAN BAJU KOKO KOBATA LENGAN PANJANG


Kepemimpinan dalam Islam bukanlah sekadar posisi, tetapi amanah besar yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Ungkapan "تَفَقَّهُوا قَبْلَ أَنْ تُسَوَّدُوا" (Tafakahu qobla antusawwadu), yang berarti "Mencari kepahamanlah (berilmu) sebelum kalian menjadi pemimpin," menegaskan pentingnya ilmu sebelum seseorang memegang jabatan.


Namun, di era modern, fenomena politik sering kali berbanding terbalik dengan nilai-nilai ini. Jabatan dikejar dengan biaya besar, dan kepentingan pribadi lebih diutamakan daripada kesejahteraan rakyat. Islam menekankan bahwa kepemimpinan adalah tanggung jawab yang berat, bukan sekadar prestise atau alat untuk mempertahankan kekuasaan.


Lalu, bagaimana cara mengembalikan esensi kepemimpinan dalam Islam? Artikel ini akan mengupas urgensi ilmu sebelum kepemimpinan serta langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menjaga keadilan dan amanah dalam bernegara.


Ungkapan "تَفَقَّهُوا قَبْلَ أَنْ تُسَوَّدُوا" (tafakahu qobla antusawwadu) yang berarti "Mencari kepahamanlah  ( berilmulah ) sebelum kalian menjadi pemimpin" sering dikaitkan dengan nasihat untuk mencari ilmu sebelum memegang jabatan kepemimpinan. Namun, setelah menelusuri sumber-sumber hadis yang tersedia, tidak ditemukan riwayat langsung dari Nabi Muhammad ﷺ yang menyebutkan ungkapan tersebut. Kemungkinan, ini adalah perkataan dari sahabat atau ulama terdahulu yang menekankan pentingnya ilmu sebelum memegang amanah kepemimpinan.


Dalam konteks Indonesia saat ini, fenomena individu yang secara terbuka mencalonkan diri sebagai pemimpin, bahkan dengan mengeluarkan biaya besar, menjadi perhatian. Hal ini menunjukkan bahwa ambisi untuk mendapatkan jabatan dapat mengesampingkan nilai-nilai keikhlasan dan amanah yang diajarkan dalam Islam. Islam menekankan bahwa jabatan adalah amanah yang harus diemban dengan penuh tanggung jawab dan keikhlasan, bukan untuk dikejar demi kepentingan pribadi.


Oleh karena itu, penting bagi kita untuk selalu mengedepankan ilmu dan kefahaman sebelum menerima atau mengejar jabatan, serta menjaga niat agar tetap ikhlas dalam berkhidmat kepada masyarakat sesuai dengan tuntunan Islam.

Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa kekuasaan telah menjadi alat untuk mempertahankan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, bukan lagi sebagai amanah untuk kesejahteraan rakyat. Dalam Islam, kepemimpinan adalah tanggung jawab yang berat, dan penyalahgunaannya akan membawa kehancuran, baik di dunia maupun di akhirat.


Langkah-Langkah Mengatasi Situasi Ini


Menyebarkan Kesadaran dan Pendidikan Politik Islami

Rakyat perlu memahami hak dan kewajiban mereka dalam bernegara. Kesadaran ini bisa dibangun melalui dakwah, literasi politik Islami, serta pendidikan mengenai keadilan dan kepemimpinan yang benar.


Menguatkan Peran Ulama dan Tokoh Masyarakat

Ulama dan tokoh masyarakat harus berani berbicara dan memberi nasihat kepada penguasa dengan hikmah dan kebenaran, sebagaimana Nabi Muhammad ﷺ bersabda:


أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ حَقٍّ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ

"Jihad yang paling utama adalah mengatakan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim."

(HR. Abu Dawud No. 4344, Tirmidzi No. 2174)


Membangun Kekuatan Rakyat dengan Kebersamaan

Jika rakyat tercerai-berai, maka mereka mudah dikendalikan oleh penguasa yang zalim. Namun, jika mereka bersatu dengan niat yang benar, perubahan dapat terjadi. Persatuan ini harus dibangun atas dasar nilai-nilai kebenaran dan keadilan, bukan sekadar kepentingan politik semata.


Menggunakan Saluran Hukum yang Masih Ada

Jika masih ada lembaga hukum yang bisa digunakan untuk melawan ketidakadilan, maka jalur tersebut harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Sekalipun sistem hukum telah dilemahkan, tetap ada kemungkinan untuk menuntut perubahan melalui jalur yang sah.


Bersabar dan Tetap Istiqamah dalam Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Dalam situasi sulit, tetap berdakwah dan menyuarakan kebenaran adalah kunci. Allah berfirman:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksa-Nya."

(QS. Al-Ma’idah: 2)


Memohon Pertolongan Allah dengan Doa dan Kesabaran

Sejarah menunjukkan bahwa penguasa zalim tidak akan bertahan selamanya. Kita harus tetap berdoa agar Allah menggantikan mereka dengan pemimpin yang lebih baik, sebagaimana doa yang diajarkan Rasulullah ﷺ:


اللَّهُمَّ وَلِّ أُمُورَنَا خِيَارَنَا وَلَا تُوَلِّ أُمُورَنَا شِرَارَنَا

"Ya Allah, jadikanlah pemimpin kami orang-orang yang terbaik di antara kami, dan jangan jadikan pemimpin kami orang-orang yang terburuk di antara kami."


Kesimpulan

Kezaliman penguasa bukanlah sesuatu yang baru dalam sejarah, tetapi Islam mengajarkan cara menghadapinya dengan hikmah. Kesadaran, pendidikan, persatuan, dan keberanian untuk menyuarakan kebenaran adalah kunci utama. Sementara itu, doa dan ketakwaan harus terus dipupuk agar Allah menolong umat dari situasi yang sulit ini.

Semoga Allah menjaga negeri ini dan menggantikan pemimpin yang zalim dengan yang lebih baik. Aamiin.

Thursday, March 20, 2025

Menjauhi Ambisi Jabatan: Petunjuk Islam dalam Memilih Pemimpin




Kepemimpinan adalah amanah besar yang bukan sekadar posisi atau kehormatan, melainkan tanggung jawab yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah ﷻ. Sayangnya, dalam dunia modern, jabatan sering kali menjadi incaran yang diperebutkan dengan segala cara, bahkan dengan mengorbankan nilai-nilai kejujuran dan keadilan.

Islam telah memberikan tuntunan jelas tentang bahaya meminta jabatan, karena kepemimpinan bukanlah sesuatu yang boleh dikejar dengan ambisi pribadi. Rasulullah ﷺ memperingatkan bahwa mereka yang mengincar jabatan akan dibiarkan mengelolanya sendiri tanpa pertolongan Allah ﷻ, sementara mereka yang diberi amanah tanpa memintanya akan mendapatkan bimbingan dan kemudahan dari-Nya.

Dalam artikel ini, kita akan mengulas bagaimana Islam memandang kepemimpinan sebagai tanggung jawab berat, dalil-dalil yang menegaskan bahayanya meminta jabatan, serta prinsip-prinsip utama yang harus diperhatikan sebelum seseorang menerima posisi kepemimpinan. Semoga kita dapat memahami esensi kepemimpinan yang sejati dan menghindari ambisi duniawi yang dapat menjerumuskan kita ke dalam penyesalan di akhirat.

Dalam Islam, kepemimpinan bukanlah sesuatu yang boleh diminta atau dikejar dengan ambisi. Rasulullah ﷺ telah memberikan petunjuk bahwa meminta jabatan justru akan mendatangkan beban besar di sisi Allah ﷻ. Sebaliknya, mereka yang tidak mengejar jabatan akan diberikan kemudahan dan pertolongan oleh-Nya.


Bahaya Meminta Jabatan dalam Islam


Banyak orang di zaman sekarang berlomba-lomba mencari jabatan, bahkan rela mengeluarkan harta agar terpilih. Padahal, Islam mengajarkan bahwa pemimpin adalah amanah besar yang harus diemban dengan penuh tanggung jawab. Rasulullah ﷺ bersabda:



يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ، لَا تَسْأَلِ الْإِمَارَةَ، فَإِنَّكَ إِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا، وَإِنْ أُعْطِيتَهَا مِنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا


"Wahai ‘Abdurrahman, janganlah engkau meminta jabatan. Karena jika engkau diberi jabatan dengan memintanya, maka engkau akan diserahkan kepada (ambisimu sendiri). Namun, jika engkau diberi jabatan tanpa memintanya, maka engkau akan diberi pertolongan atasnya."

(HR. Bukhari No. 6616, Muslim No. 1652)


Hadis ini menunjukkan bahwa orang yang meminta jabatan akan dibiarkan mengurusnya sendiri tanpa pertolongan Allah. Sebaliknya, jika seseorang diberikan jabatan tanpa meminta, maka Allah akan memberikan pertolongan dalam menjalankan amanah tersebut.


Jabatan sebagai Beban yang Berat

Rasulullah ﷺ juga memperingatkan bahwa kepemimpinan bukan sekadar kehormatan, melainkan beban yang bisa membawa seseorang kepada kehancuran jika tidak dikelola dengan adil dan amanah:


إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُونَ عَلَى الْإِمَارَةِ وَإِنَّهَا سَتَكُونُ نَدَامَةً وَحَسْرَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَنِعْمَةُ الْمُرْضِعَةُ وَبِئْسَتِ الْفَاطِمَةُ


"Kalian akan sangat berambisi terhadap jabatan, padahal kelak ia akan menjadi penyesalan dan kesedihan pada hari kiamat. Ia adalah kenikmatan di awalnya, namun keburukan di akhirnya."

(HR. Bukhari No. 7148)


Banyak pemimpin yang menikmati jabatan di dunia, tetapi di akhirat mereka akan menyesal jika tidak menggunakannya untuk keadilan dan kemaslahatan umat.


Dalil dari Al-Qur'an: Kepemimpinan sebagai Amanah

Allah ﷻ menegaskan bahwa kepemimpinan adalah amanah yang hanya layak diemban oleh orang yang memiliki ilmu dan keadilan:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا


"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkannya dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat."

(QS. An-Nisa: 58)


Dalam ayat ini, Allah memerintahkan agar amanah kepemimpinan hanya diberikan kepada yang berhak, bukan kepada mereka yang hanya berambisi untuk berkuasa.


Belajar Sebelum Menjadi Pemimpin

Meskipun meminta jabatan dilarang, Islam tetap menganjurkan setiap Muslim untuk mempersiapkan diri dengan ilmu dan kefahaman, jika suatu saat mereka diberikan tanggung jawab kepemimpinan. Rasulullah ﷺ bersabda:

إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ

"Jika suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya."

(HR. Bukhari No. 59)


Seorang pemimpin harus memiliki ilmu, keadilan, dan amanah agar tidak menjerumuskan diri sendiri dan umatnya ke dalam kebinasaan.


Kesimpulan

  • Islam melarang meminta jabatan karena akan menjadi beban yang berat di sisi Allah.

  • Kepemimpinan adalah amanah yang harus diberikan kepada orang yang berilmu dan adil. 

  • Orang yang meminta jabatan akan dibiarkan Allah mengurusnya sendiri, sementara yang diberikan tanpa meminta akan mendapat pertolongan dari-Nya. 

  • Kepemimpinan yang tidak dijalankan dengan amanah akan menjadi penyesalan besar di akhirat.

Sebelum menjadi pemimpin, seseorang harus memiliki kefahaman dan kesiapan agar tidak membawa kehancuran.


Semoga kita selalu diberi pemimpin yang amanah dan bertanggung jawab, serta dijauhkan dari ambisi duniawi yang hanya mengejar jabatan tanpa kesiapan. Wallahu a’lam bish-shawab.

Popular Posts