'cookieChoices = {};' Nasihat Islami Untuk Kesehatan Jiwa dan Raga.

Monday, March 24, 2025

Kebijaksanaan di Tengah Ujian

 




Kebijaksanaan di Tengah Ujian: Menjaga Jiwa, Menegakkan Kebenaran

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

Di bulan suci Ramadhan yang penuh berkah ini, kita masih dalam perjalanan mencari Lailatul Qadar, malam yang lebih baik dari seribu bulan. Malam di mana doa-doa terangkat, kezaliman dipaparkan, dan harapan baru diteguhkan. Namun, di tengah sujud dan doa-doa kita, ada suara tangis ibu-ibu yang kehilangan anaknya karena ketidakadilan, ada teriakan mahasiswa yang dipukul karena menyampaikan aspirasi, ada ketakutan rakyat kecil yang dicurigai hanya karena berpendapat.

Lalu, di sisi lain, ada kemeriahan yang tak terganggu, ada pesta yang terus berjalan, seolah-olah negeri ini baik-baik saja.

Sebagai seorang Muslim, apa yang harus kita lakukan? Diam dan pasrah, atau berdiri dengan kebijaksanaan?

Meneladani Rasulullah ﷺ dalam Menghadapi Kezaliman

Rasulullah ﷺ adalah manusia paling sabar dan penuh kasih, tetapi beliau tidak pernah tinggal diam terhadap kezaliman. Ketika ada penindasan, beliau berdakwah dengan hikmah, membangun kesadaran umat, dan tetap teguh meskipun dicaci, dipukul, bahkan diusir dari kampung halamannya sendiri.

Allah berfirman:
وَتِلْكَ ٱلْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ ٱلنَّاسِ
"Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia..." (QS. Ali Imran: 140)

Zaman berputar, kezaliman bisa terjadi di mana saja, tetapi tugas kita bukanlah mengutuk zaman, melainkan menegakkan kebenaran dengan cara yang diridhai Allah.

Ketika Suara Rakyat Dibungkam, Apa yang Bisa Kita Lakukan?

  1. Tetap Menyuarakan Kebenaran dengan Hikmah
    Rasulullah ﷺ bersabda:
    قَوْلُ الْحَقِّ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ أَفْضَلُ الْجِهَادِ
    "Mengucapkan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim adalah jihad yang paling utama." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi)

    Suara kebenaran tidak boleh padam. Namun, Islam mengajarkan kita untuk menyampaikannya dengan hikmah, bukan dengan kebencian. Jika kezaliman dibalas dengan kebencian, maka perpecahan akan semakin besar. Tetapi jika kebenaran disampaikan dengan akhlak yang mulia, maka hati yang keras bisa luluh, dan rakyat akan semakin kuat.

  2. Menjaga Persatuan, Bukan Memperbesar Perpecahan
    Saat ini, banyak yang terpecah antara mereka yang mendukung dan menolak kebijakan tertentu. Namun, kita harus sadar bahwa musuh sejati bukanlah sesama rakyat, tetapi kezaliman itu sendiri. Jangan biarkan perbedaan pandangan membuat kita saling bermusuhan, karena justru itulah yang diinginkan oleh mereka yang ingin mempertahankan kekuasaan dengan menakut-nakuti rakyat.

    إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ
    "Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, seakan-akan mereka seperti bangunan yang tersusun kokoh." (QS. As-Saff: 4)

  3. Jangan Biarkan Kezaliman Menjadi Kebiasaan
    Kezaliman bisa berlanjut jika rakyat diam. Jika mahasiswa tidak berbicara, jika ulama takut bersuara, jika rakyat biasa merasa tak berdaya, maka sejarah kelam akan terulang. Kita sudah melihat banyak negara yang jatuh ke tangan penguasa otoriter hanya karena rakyatnya takut untuk bergerak.

    "Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya. Jika ia tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika ia tidak mampu juga, maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman." (HR. Muslim)

    Maka, jika kita tidak bisa turun ke jalan, setidaknya kita bisa menyebarkan kesadaran. Jika kita tidak bisa berteriak, setidaknya kita bisa berdoa. Jika kita tidak bisa melakukan apa-apa, maka jangan pernah mendukung kezaliman.

Lebaran: Kembali ke Fitrah, Kembali ke Keadilan

Hari kemenangan sebentar lagi tiba. Lebaran bukan hanya tentang baju baru dan makanan enak. Lebaran adalah kembali ke fitrah, kembali kepada nilai-nilai keadilan, persaudaraan, dan kebenaran.

Kita berdoa agar negeri ini kembali kepada keadilan. Kita berharap agar para pemimpin sadar bahwa kekuasaan bukan untuk mempertahankan diri sendiri, tetapi untuk melayani rakyat. Kita berdoa agar tidak ada lagi ibu yang menangis karena anaknya dipukuli hanya karena menyuarakan kebenaran.

Sebagaimana Rasulullah ﷺ mengajarkan, kita tidak boleh putus asa. Perjuangan ini bukan tentang satu generasi, tetapi tentang masa depan bangsa. Kita harus tetap optimis, bahwa selama ada orang-orang baik yang berani bersuara, selama itu pula harapan masih ada.

اللهم اجعل هذا البلد آمنا مطمئنا وسائر بلاد المسلمين
"Ya Allah, jadikanlah negeri ini negeri yang aman dan tenteram, serta negeri-negeri kaum Muslimin lainnya."

Kesimpulan: Terus Berjuang dengan Hikmah

  • Jangan takut menyuarakan kebenaran, tetapi lakukan dengan hikmah dan akhlak yang baik.
  • Jangan biarkan perpecahan terjadi di antara rakyat, karena persatuan adalah kekuatan.
  • Jangan pernah mendukung kezaliman, meskipun kita tidak bisa melawannya secara langsung.
  • Jadikan Ramadhan dan Lebaran sebagai momen untuk memperbaiki negeri, bukan sekadar pesta tanpa makna.

Mungkin kita tidak akan melihat perubahan dalam semalam, tetapi selama ada doa yang dipanjatkan, selama ada suara yang menyuarakan keadilan, maka perubahan pasti akan datang. Karena Allah tidak akan membiarkan kezaliman berlangsung selamanya.

وَسَيَعْلَمُ ٱلَّذِينَ ظَلَمُوا۟ أَىَّ مُنقَلَبٍ يَنقَلِبُونَ
"Dan orang-orang yang zalim akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali." (QS. Asy-Syu'ara: 227)

Semoga Allah menjaga negeri ini, memberikan pemimpin yang adil, dan menguatkan hati kita dalam menghadapi ujian.

Taqabbalallahu minna wa minkum. Selamat menyambut Idul Fitri dengan hati yang tetap teguh dalam kebenaran.

Sunday, March 23, 2025

Jadilah Pemimpin untuk Semua Rakyatnya



Pemimpin untuk Semua Rakyat: Amanah Besar yang Akan Dimintai Pertanggungjawaban

Pengantar

Dalam sistem demokrasi, seorang pemimpin yang terpilih bukan hanya untuk kelompok atau partainya sendiri, tetapi untuk seluruh rakyatnya, baik yang memilihnya maupun yang tidak. Kepemimpinan adalah amanah besar yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah.

Seorang pemimpin harus berbicara dengan hati-hati, tidak boleh mengeluarkan kata-kata yang menyakiti rakyatnya, terutama mereka yang berbeda pandangan. Ia juga harus menepati janjinya, karena janji yang tidak ditepati adalah tanda kemunafikan. Selain itu, pemimpin harus memiliki kesadaran agama agar ia selalu ingat bahwa setiap kebijakan dan keputusannya diawasi oleh Allah dan akan menjadi saksi di hari kiamat.

Allah telah mengingatkan dalam QS. Fussilat: 21 bahwa di akhirat nanti, anggota tubuh manusia sendiri akan menjadi saksi atas perbuatan yang telah dilakukan di dunia:

وَقَالُوا لِجُلُودِهِمْ لِمَ شَهِدتُّمْ عَلَيْنَا ۖ قَالُوا أَنطَقَنَا ٱللَّهُ ٱلَّذِىٓ أَنطَقَ كُلَّ شَىْءٍۢ وَهُوَ خَلَقَكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍۢ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
"Dan mereka berkata kepada kulit mereka, 'Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?' Kulit mereka menjawab, 'Allah yang telah menjadikan segala sesuatu berbicara telah menjadikan kami berbicara; dan Dia telah menciptakan kamu pada kali yang pertama, dan hanya kepada-Nya kamu dikembalikan.'" (QS. Fussilat: 21)

Ayat ini menjadi peringatan bagi semua, termasuk para pemimpin, bahwa tidak ada yang bisa disembunyikan di hadapan Allah. Jika seorang pemimpin berkhianat dalam amanahnya, menzalimi rakyatnya, atau tidak menepati janjinya, maka kelak bukan hanya rakyat yang menjadi saksi, tetapi juga tubuhnya sendiri.


1. Hidup Ini Singkat, Jangan Sia-Siakan Amanah

Rasulullah ﷺ telah mengingatkan bahwa umur umatnya rata-rata tidak lebih dari 60-70 tahun, dan hanya sedikit yang lebih dari itu.

أَعْمَارُ أُمَّتِي مَا بَيْنَ السِّتِّينَ إِلَى السَّبْعِينَ، وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ
"Umur umatku antara 60 hingga 70 tahun, dan sedikit yang melebihi itu." (HR. Tirmidzi & Ibnu Majah)

Mati bisa datang kapan saja, tidak perlu menunggu tua. Maka, bagi para pemimpin, jangan terlena dengan jabatan. Jangan sombong hanya karena terpilih, jangan merasa kebal hukum, jangan mengkhianati rakyat, karena semuanya akan dipertanggungjawabkan di akhirat.

إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ
"Sesungguhnya Allah tidak akan menzalimi (walau) seberat dzarrah (atom)." (QS. An-Nisa: 40)

Setiap keputusan pemimpin, sekecil apa pun, akan dicatat oleh Allah. Jangan sampai saat ajal datang, yang tersisa hanyalah penyesalan tanpa kesempatan kembali.


2. Kepemimpinan adalah Amanah, Bukan Hak Istimewa

Islam mengajarkan bahwa kepemimpinan adalah amanah besar, bukan sekadar jabatan atau kekuasaan. Allah berfirman:

إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا ٱلْأَمَـٰنَـٰتِ إِلَىٰٓ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحْكُمُوا۟ بِٱلْعَدْلِ
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil." (QS. An-Nisa: 58)

Seorang pemimpin harus berpihak kepada keadilan, bukan kepada kepentingan kelompoknya sendiri. Rasulullah ﷺ bersabda:

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya." (HR. Bukhari & Muslim)

Maka, seorang pemimpin harus selalu berpikir jauh ke depan: apakah kebijakannya sudah benar di mata Allah? Apakah rakyatnya merasakan keadilan? Ataukah justru ada yang tertindas karena kebijakannya?


3. Jangan Ingkar Janji, Itu Tanda Kemunafikan

Pemimpin yang berjanji tetapi tidak menepatinya bukan hanya merugikan rakyat, tetapi juga memiliki tanda-tanda kemunafikan.

Rasulullah ﷺ bersabda:

آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
"Tanda orang munafik ada tiga: jika berbicara ia berdusta, jika berjanji ia mengingkari, dan jika diberi amanah ia berkhianat." (HR. Bukhari & Muslim)

Allah juga mengingatkan:

يَا أَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ ۝ كَبُرَ مَقْتًا عِندَ ٱللَّهِ أَن تَقُولُوا۟ مَا لَا تَفْعَلُونَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Sangat dibenci di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan." (QS. As-Saff: 2-3)

Maka, pemimpin harus berhati-hati dalam membuat janji dan berusaha sekuat tenaga untuk menepatinya. Jika terdapat kendala dalam pelaksanaannya, ia harus transparan kepada rakyat dan mencari solusi terbaik.


4. Jaga Ucapan: Jangan Menyakiti Rakyat

Seorang pemimpin harus berbicara dengan bijak, tidak boleh merendahkan atau menyakiti rakyatnya.

Allah berfirman:

وَقُل لِّعِبَادِى يَقُولُوا۟ ٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ
"Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, 'Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik.'" (QS. Al-Isra: 53)

Rasulullah ﷺ juga bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
"Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam." (HR. Bukhari & Muslim)

Pemimpin harus selalu menggunakan kata-kata yang menyejukkan, bukan memecah belah rakyatnya.


Kesimpulan

Hidup ini singkat, jangan sia-siakan amanah.
Pemimpin adalah amanah besar, dan setiap kebijakannya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.
Jangan ingkar janji, karena itu adalah tanda kemunafikan.
Berbicaralah dengan hati-hati, jangan sampai menyakiti rakyat.
Semua perbuatan akan menjadi saksi di akhirat (QS. Fussilat: 21).

Wallahu a'lam bish-shawab.




Popular Posts