'cookieChoices = {};' Nasihat Islami Untuk Kesehatan Jiwa dan Raga.

Wednesday, March 26, 2025

Tidak Ada yang Abadi di Dunia ini, Berbekallah

 



Tidak Ada yang Abadi di Dunia Ini

Berbekallah, karena dunia ini fana
Segala yang ada di dunia ini akan berakhir. Kehidupan yang kita jalani hanyalah persinggahan sementara. Rasulullah ﷺ pernah bersabda:

"Apa urusanku dengan dunia? Sesungguhnya perumpamaanku dan dunia adalah seperti seorang musafir yang berteduh di bawah pohon, lalu pergi dan meninggalkannya." (HR. Tirmidzi no. 2377, Ahmad no. 3701, dan Ibnu Majah no. 4109)

Allah ﷻ juga mengingatkan bahwa dunia ini hanyalah ujian bagi manusia:

إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى ٱلْأَرْضِ زِينَةًۭ لَّهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلًۭا
"Sesungguhnya Kami menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik amalnya." (QS. Al-Kahfi: 7)

Namun, banyak manusia yang tertipu dengan kehidupan dunia, mengejar harta, jabatan, dan kesenangan sesaat, tanpa memikirkan akhirat. Mereka lupa bahwa semua makhluk di langit dan bumi bertasbih kepada Allah ﷻ:

سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ وَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُ
"Segala yang di langit dan di bumi senantiasa bertasbih kepada Allah, dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana." (QS. As-Saff: 1)

Tetapi ada manusia yang enggan bertasbih kepada-Nya. Mereka terlalu sibuk menumpuk kekayaan, memburu jabatan, hingga lupa akan tujuan hakiki kehidupan ini.


Kematian Itu Pasti, Perjalanan Akhirat Itu Panjang

Kematian adalah kepastian yang tak bisa dihindari. Namun, banyak orang yang tidak peduli, seolah-olah mereka akan hidup selamanya. Padahal, kematian hanyalah awal dari perjalanan menuju akhirat yang abadi.

Allah ﷻ berfirman:

كُلُّ نَفْسٍۢ ذَآئِقَةُ ٱلْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ
"Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah akan disempurnakan balasan amal kalian." (QS. Ali Imran: 185)

Sayangnya, banyak yang mengabaikan agama dalam kehidupan mereka. Sejak dalam keluarga, agama kurang mendapat perhatian, dianggap sebagai urusan pribadi semata. Akibatnya, pemahaman agama menjadi lemah, banyak orang menafsirkan ajaran Islam sesuai keinginannya sendiri tanpa tuntunan yang benar. Hal ini melahirkan generasi yang semakin jauh dari nilai-nilai Islam, bertindak semaunya, dan menjadikan dunia sebagai tujuan utama.


Kehidupan Dunia Itu Sementara, Akhirat Itu Kekal

Kita semua tahu bahwa dunia ini tidak kekal. Dulu kita bayi, kini sudah tua. Dulu kaya, sekarang miskin. Dulu berkuasa, kini tak berdaya. Hari ini tertawa, esok mungkin menangis.

Allah ﷻ berfirman:

وَمَا ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَآ إِلَّا مَتَٰعُ ٱلْغُرُورِ
"Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu." (QS. Al-Hadid: 20)

Setelah seseorang meninggal, hartanya diperebutkan ahli waris, istrinya mungkin menikah lagi, dan nama besarnya perlahan dilupakan. Rasulullah ﷺ mengingatkan dalam sebuah hadits:

"Dunia itu adalah rumahnya orang yang tidak punya rumah di akhirat. Untuk dunia itulah orang yang tidak berakal mengumpulkan harta." (HR. Ahmad dan Baihaqi)

Maka, apa gunanya menghabiskan hidup hanya untuk mengumpulkan harta yang tidak akan kita bawa mati? Apa nikmatnya menghadap Allah ﷻ dalam keadaan miskin amal?


Bersiaplah Sebelum Terlambat

Dunia ini hanyalah tempat ujian. Yang kita butuhkan bukan banyaknya harta, tapi ketakwaan kepada Allah ﷻ. Sebab, yang akan menemani kita di alam kubur bukanlah kekayaan atau jabatan, melainkan amal ibadah yang ikhlas karena-Nya.

Allah ﷻ berfirman:

وَٱلْبَٰقِيَٰتُ ٱلصَّٰلِحَٰتُ خَيْرٌ عِندَ رَبِّكَ ثَوَابًۭا وَخَيْرٌ أَمَلًۭا
"Sedangkan amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik untuk menjadi harapan." (QS. Al-Kahfi: 46)

Maka, sebelum ajal menjemput, marilah kita berbekal dengan amal saleh dan ketakwaan. Jangan sampai kita menyesal di akhirat nanti karena terlalu sibuk mengejar dunia, sementara akhirat kita abaikan.

Semoga kita termasuk orang-orang yang sadar sebelum terlambat. آمين.



Jangan Sampai Menyesal di Akhirat

Banyak orang baru sadar setelah kematian menjemput, tetapi saat itu sudah terlambat. Mereka berharap bisa kembali ke dunia untuk beramal saleh, namun itu mustahil. Allah ﷻ telah mengingatkan dalam firman-Nya:

رَبِّ ٱرْجِعُونِ . لَعَلِّىٓ أَعْمَلُ صَٰلِحًۭا فِيمَا تَرَكْتُ ۚ كَلَّآ ۚ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَآئِلُهَا ۖ وَمِن وَرَآئِهِم بَرْزَخٌ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ
"Ya Rabbku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku dapat berbuat amal saleh yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya itu hanyalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada barzakh sampai hari mereka dibangkitkan." (QS. Al-Mu’minun: 99-100)

Namun, permintaan itu ditolak. Mereka harus menghadapi kenyataan pahit: kehidupan dunia telah usai, dan perjalanan menuju akhirat dimulai.


Apa Bekal Kita untuk Akhirat?

Maka, sebelum ajal tiba, kita harus bertanya pada diri sendiri:

  • Sudahkah kita menjadikan Allah sebagai tujuan utama hidup?
  • Apakah harta yang kita kumpulkan telah digunakan di jalan yang diridhai-Nya?
  • Bagaimana keadaan ibadah kita? Apakah dilakukan dengan ikhlas atau hanya sebatas rutinitas?

Rasulullah ﷺ bersabda:

الكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ المَوْتِ وَالعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ
"Orang yang cerdas adalah yang mengintrospeksi dirinya dan beramal untuk kehidupan setelah mati. Sedangkan orang yang lemah adalah yang memperturutkan hawa nafsunya, lalu berangan-angan mendapat rahmat Allah." (HR. Tirmidzi no. 2459, Ahmad no. 17563)

Kecerdasan sejati bukanlah mereka yang pandai mengumpulkan harta atau meraih jabatan tinggi, tetapi mereka yang sadar bahwa hidup di dunia hanyalah persiapan menuju kehidupan abadi di akhirat.


Penutup: Insaflah Sebelum Terlambat

Dunia ini hanyalah ujian. Semua yang kita miliki akan lenyap, kecuali amal saleh yang kita bawa. Allah ﷻ telah mengingatkan kita:

وَمَا ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَآ إِلَّا لَعِبٌۭ وَلَهْوٌۭ ۖ وَلَلدَّارُ ٱلْءَاخِرَةُ خَيْرٌۭ لِّلَّذِينَ يَتَّقُونَ ۗ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
"Dan kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau. Sedangkan negeri akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka apakah kalian tidak memahaminya?" (QS. Al-An’am: 32)

Jangan sampai kita menyesal di akhirat nanti karena terlalu sibuk mengejar dunia dan melupakan bekal untuk kehidupan yang sesungguhnya. Mari kita perbaiki niat, tingkatkan ibadah, dan gunakan sisa hidup ini untuk mencari ridha Allah ﷻ.

Semoga tulisan ini menjadi pengingat bagi kita semua. Allahumma a’inna ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatika. آمين.


Menyambut Idul Fitri

 


Menyambut Idul Fitri dengan Jiwa yang Bersih

Idul Fitri bukan hanya tentang baju baru, tetapi tentang hati yang kembali suci

Idul Fitri adalah hari kemenangan bagi setiap Muslim yang telah menjalani ibadah puasa dengan penuh keikhlasan. Namun, kemenangan sejati bukanlah sekadar merayakan dengan hidangan lezat atau pakaian baru, melainkan kembalinya hati yang bersih dan jiwa yang suci.

Makna Idul Fitri yang Sesungguhnya

Kata Idul Fitri bermakna kembali kepada fitrah, yaitu keadaan suci seperti saat kita pertama kali diciptakan. Rasulullah ﷺ bersabda:

"Barang siapa yang berpuasa Ramadan dengan iman dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim)

Puasa Ramadan bukan hanya menahan lapar dan dahaga, tetapi juga membersihkan hati dari sifat buruk seperti dengki, sombong, dan dendam. Oleh karena itu, setelah Ramadan berlalu, kita tidak boleh kembali kepada kebiasaan buruk yang merusak kebersihan hati.

Tiga Kunci Menyambut Idul Fitri dengan Jiwa yang Bersih

1. Memperbanyak Istighfar dan Taubat

Idul Fitri adalah momentum untuk benar-benar bersih, tidak hanya dari dosa-dosa kecil, tetapi juga dari kebiasaan yang mengotori hati. Rasulullah ﷺ mengajarkan doa:

اللهم إنك عفو تحب العفو فاعف عني
"Allahumma innaka 'afuwwun tuhibbul 'afwa fa'fu 'anni"
"Ya Allah, Engkau Maha Pemaaf dan menyukai pemaafan, maka maafkanlah aku." (HR. Tirmidzi)

Dengan istighfar dan taubat yang sungguh-sungguh, kita berharap mendapatkan pengampunan Allah sehingga jiwa kita kembali bersih.

2. Menyambung Silaturahmi dan Memaafkan Sesama

Salah satu sunnah yang dianjurkan di hari Idul Fitri adalah mempererat hubungan dengan keluarga dan sahabat. Allah berfirman:

"Maka bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara kalian." (QS. Al-Anfal: 1)

Memaafkan orang lain bukan hanya meringankan beban di hati, tetapi juga mendatangkan keberkahan dalam hidup. Jangan biarkan dendam atau sakit hati menghalangi kita dari kebahagiaan Idul Fitri yang hakiki.

3. Melanjutkan Amalan Baik Pasca-Ramadan

Puasa tidak berhenti di bulan Ramadan. Rasulullah ﷺ menganjurkan kita untuk melanjutkan puasa enam hari di bulan Syawal:

"Barang siapa berpuasa Ramadan, kemudian diikuti dengan enam hari di bulan Syawal, maka pahalanya seperti berpuasa sepanjang tahun." (HR. Muslim)

Selain puasa, menjaga kebiasaan shalat malam, membaca Al-Qur'an, dan bersedekah akan membantu kita mempertahankan kebersihan hati yang telah diperoleh selama Ramadan.

Kesimpulan

Idul Fitri bukan sekadar perayaan, tetapi titik awal kehidupan yang lebih baik. Mari kita sambut hari kemenangan ini dengan hati yang bersih, saling memaafkan, dan tetap istiqamah dalam kebaikan.

Semoga Allah menerima amal ibadah kita dan menjadikan kita hamba yang kembali kepada fitrah, dengan hati yang lebih suci dan jiwa yang lebih tenang.

Taqabbalallahu minna wa minkum.


Popular Posts