'cookieChoices = {};' Nasihat Islami Untuk Kesehatan Jiwa dan Raga.: OCCRP
Showing posts with label OCCRP. Show all posts
Showing posts with label OCCRP. Show all posts

Friday, February 21, 2025

Danantara dan sejumlah issue kekhawatiran

 





Danantara, singkatan dari Daya Anagata Nusantara, adalah Badan Pengelola Investasi (BPI) yang dibentuk oleh pemerintah Indonesia untuk mengelola dan mengoptimalkan aset serta investasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pembentukan Danantara didasarkan pada perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, yang disahkan oleh DPR pada 4 Februari 2025. 


Sebagai super holding, Danantara akan mengelola dividen dari BUMN dan mengalokasikannya untuk investasi strategis di berbagai sektor, seperti infrastruktur dan energi terbarukan. Sebelumnya, dividen BUMN diserahkan ke Kementerian Keuangan dan masuk ke APBN; dengan adanya Danantara, proses ini menjadi lebih efisien dan terarah. 


Peluncuran resmi Danantara dijadwalkan pada 24 Februari 2025 oleh Presiden Prabowo Subianto. Lembaga ini diharapkan dapat menjadi kekuatan ekonomi baru yang mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui pengelolaan aset negara yang lebih optimal. 


Namun, beberapa pihak mengkhawatirkan kondisi keuangan Danantara yang mungkin belum stabil, mengingat besarnya aset yang harus dikelola dan tantangan dalam restrukturisasi BUMN. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana serta koordinasi antara Danantara, Kementerian BUMN, dan kementerian terkait lainnya menjadi kunci keberhasilan lembaga ini. 


Selain itu, pembentukan Danantara juga diperkuat oleh Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 142/P Tahun 2024, yang menetapkan Muliaman Darmansyah Hadad sebagai Kepala Danantara dan Kaharuddin Djenod Daeng Manyambeang sebagai Wakil Kepala. 


Dengan pengelolaan aset yang mencapai triliunan rupiah, Danantara memiliki potensi besar untuk mendanai proyek-proyek strategis yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan daya saing ekonomi Indonesia di kancah global. 


Kekhawatiran bahwa Danantara bisa menjadi ladang baru bagi korupsi memang beralasan, mengingat sejarah panjang kasus korupsi di Indonesia, terutama di BUMN dan lembaga pengelola dana publik. Transparansi dan akuntabilitas menjadi tantangan utama bagi lembaga seperti ini.


Perbandingan dengan Singapura dan Arab Saudi

Singapura dikenal dengan sistem hukum yang kuat, penegakan hukum tanpa pandang bulu, serta tata kelola pemerintahan yang bersih. Komisi Pemberantasan Korupsi di sana, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB), memiliki kewenangan luas dan bekerja independen tanpa intervensi politik.

Arab Saudi dalam beberapa tahun terakhir melakukan reformasi besar-besaran dalam pemberantasan korupsi, terutama sejak 2017, dengan pembentukan Komite Antikorupsi yang langsung dipimpin oleh Putra Mahkota Mohammed bin Salman.


Indonesia sendiri memiliki KPK, namun efektivitasnya semakin dipertanyakan setelah berbagai revisi undang-undang yang memperlemah independensinya.


Potensi Korupsi di Danantara

Sebagai lembaga yang mengelola investasi dan aset besar BUMN, ada beberapa potensi risiko:

Kurangnya Transparansi: Jika mekanisme investasi dan alokasi dana tidak diawasi secara ketat, rawan terjadi penyalahgunaan dana.

Penyalahgunaan Wewenang: Pejabat di dalam Danantara bisa saja menyalahgunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Konflik Kepentingan: Jika tidak diatur dengan baik, ada potensi dana digunakan untuk kepentingan politik atau kelompok tertentu.


Apa yang Harus Dilakukan?

Memperkuat Pengawasan: Harus ada lembaga independen yang mengawasi Danantara, misalnya KPK atau lembaga audit seperti BPK dan BPKP.

Keterbukaan Publik: Setiap keputusan investasi harus transparan dan dapat diakses oleh publik.

Sanksi Tegas: Harus ada hukuman berat bagi pejabat yang menyalahgunakan wewenang di Danantara, tanpa pengecualian.

Audit Berkala: Laporan keuangan harus diaudit secara berkala oleh auditor independen.


Jika pengawasan lemah, Danantara bisa menjadi kasus baru seperti Jiwasraya, Asabri, atau kasus Garuda Indonesia, di mana aset negara justru dikorupsi oleh para pejabatnya.

Jadi, meskipun Danantara memiliki potensi besar untuk mendorong ekonomi, jika tidak dikelola dengan transparan dan diawasi ketat, justru bisa menjadi lubang besar bagi korupsi baru.


Kekhawatiran masyarakat terkait potensi konflik kepentingan dalam penunjukan Pandu Sjahrir sebagai bagian dari Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) dapat dipahami, mengingat hubungan kekerabatannya dengan Luhut Binsar Pandjaitan, seorang tokoh berpengaruh di pemerintahan. Pandu Sjahrir adalah keponakan dari Luhut Binsar Pandjaitan, yang saat ini menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. 


Pandu Sjahrir memiliki rekam jejak profesional yang cukup panjang di sektor bisnis dan investasi. Ia menjabat sebagai Wakil Direktur Utama PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) dan Ketua Umum Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH). Selain itu, ia pernah menjadi Wakil Bendahara Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran. 


Meskipun demikian, kekhawatiran publik mengenai potensi nepotisme dan konflik kepentingan tetap perlu diperhatikan. Untuk mengatasi hal ini, beberapa langkah dapat diambil:

Transparansi dalam Proses Rekrutmen: Pemerintah perlu memastikan bahwa proses penunjukan pejabat di Danantara dilakukan secara transparan dan berdasarkan meritokrasi, bukan karena hubungan kekerabatan.

Pengawasan Independen: Pembentukan badan pengawas independen yang memantau kinerja Danantara dapat membantu mencegah praktik korupsi dan konflik kepentingan.

Keterlibatan Publik: Melibatkan masyarakat dan media dalam memantau aktivitas Danantara akan meningkatkan akuntabilitas lembaga tersebut.

Dengan menerapkan langkah-langkah tersebut, diharapkan Danantara dapat beroperasi secara profesional dan menghindari praktik-praktik yang merugikan kepentingan publik.


Kekhawatiran mengenai potensi pengaruh asing melalui penjualan saham Danantara dan peran figur-figur tertentu dalam kepemimpinannya merupakan isu yang kompleks dan memerlukan analisis mendalam.


Potensi Pengaruh Asing melalui Penjualan Saham

Investasi asing dalam perusahaan Indonesia bukanlah hal baru dan diatur oleh pemerintah untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan modal dan kedaulatan ekonomi. Pemerintah Indonesia telah menetapkan batasan kepemilikan asing di berbagai sektor melalui peraturan yang ketat. Misalnya, dalam sektor keuangan, kepemilikan asing dibatasi hingga 85% dari modal disetor, kecuali untuk perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek, di mana batasan tersebut tidak berlaku . Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada peluang bagi investor asing untuk memiliki saham mayoritas, pemerintah tetap memiliki mekanisme pengawasan untuk menjaga kepentingan nasional.


Kepemimpinan dan Dinasti Politik

Terkait dengan kepemimpinan Danantara, nama Pandu Patria Sjahrir sering disebut. Pandu Sjahrir adalah seorang pengusaha terkemuka di Indonesia, menjabat sebagai direktur di PT Toba Bara Sejahtera dan merupakan Founding Partner dari AC Ventures . Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) untuk periode 2018–2021. Keterlibatannya dalam berbagai posisi strategis menunjukkan pengaruhnya dalam sektor bisnis dan politik di Indonesia.


Fenomena dinasti politik di Indonesia bukanlah hal baru. Menurut pakar dari Universitas Gadjah Mada, keberadaan dinasti politik dalam tubuh legislatif dapat berdampak negatif terhadap proses demokrasi di Indonesia . Dominasi keluarga atau kerabat dalam posisi strategis dapat menghambat partisipasi individu dari latar belakang biasa dalam politik, yang pada akhirnya dapat memperlemah proses demokrasi dan meningkatkan praktik kolusi serta nepotisme.


Dampak terhadap Kedaulatan Negara

Isu penjualan saham kepada pihak asing dan dominasi dinasti politik dalam kepemimpinan perusahaan seperti Danantara dapat mempengaruhi kedaulatan ekonomi dan politik Indonesia. Penjualan saham kepada investor asing, jika tidak diawasi dengan ketat, berpotensi mengurangi kontrol domestik atas aset-aset strategis negara. Sementara itu, dominasi dinasti politik dapat mengarah pada pengambilan keputusan yang lebih mementingkan kepentingan kelompok tertentu dibandingkan kepentingan nasional.

Untuk menjaga kedaulatan negara, penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk terus memantau dan mengawasi proses investasi asing serta memastikan bahwa kepemimpinan dalam perusahaan strategis didasarkan pada meritokrasi dan transparansi. Selain itu, penegakan regulasi yang ketat dan pengawasan terhadap praktik-praktik nepotisme dan kolusi harus menjadi prioritas guna memastikan bahwa kepentingan nasional tetap terjaga.


Secara keseluruhan, meskipun investasi asing dapat membawa manfaat ekonomi, keseimbangan antara penerimaan modal asing dan perlindungan kedaulatan nasional harus selalu dijaga melalui regulasi yang tepat dan pengawasan yang efektif.



Kekhawatiran masyarakat Indonesia terkait penunjukan mantan Presiden Joko Widodo sebagai pengawas Danantara, terutama setelah namanya masuk dalam daftar nominasi tokoh terkorup versi Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP), merupakan isu yang signifikan. Selain itu, hubungan dekatnya dengan kelompok yang dikenal sebagai "Sembilan Naga" menambah kompleksitas permasalahan ini.


Penunjukan Mantan Presiden sebagai Pengawas Danantara

Presiden Prabowo Subianto berencana meluncurkan Badan Pengelola Investasi (BPI) bernama Danantara pada 24 Februari 2025. Badan ini dibentuk untuk mengoptimalkan kekayaan negara melalui investasi strategis. Dalam struktur pengawasannya, Prabowo mengusulkan penunjukan mantan Presiden Joko Widodo sebagai salah satu pengawas Danantara. Langkah ini menuai berbagai reaksi dari masyarakat dan pengamat politik.


Kontroversi Terkait Nominasi OCCRP

Pada akhir 2024, OCCRP merilis daftar nominasi tokoh terkorup, dan nama Joko Widodo termasuk di dalamnya. Menanggapi hal ini, Joko Widodo meminta bukti konkret atas tuduhan tersebut dan menyatakan bahwa siapa pun bisa menggunakan berbagai cara untuk menuduh tanpa dasar yang jelas. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menegaskan bahwa semua warga negara Indonesia memiliki kedudukan yang sama di muka hukum dan mempersilakan masyarakat untuk melaporkan jika memiliki bukti terkait tindak pidana korupsi. 


Keterkaitan dengan "Sembilan Naga"

Istilah "Sembilan Naga" merujuk pada sekelompok pengusaha keturunan Tionghoa berpengaruh di Indonesia yang memiliki hubungan dekat dengan pemerintahan Orde Baru. Meskipun keanggotaan kelompok ini tidak pernah dikonfirmasi secara resmi, mereka dikenal memiliki kekuatan ekonomi dan politik yang signifikan. Kedekatan antara elit politik dan kelompok oligarki seperti "Sembilan Naga" sering menimbulkan kekhawatiran tentang potensi konflik kepentingan dan dominasi kepentingan tertentu dalam pengambilan kebijakan negara. 


Dampak terhadap Kepercayaan Publik dan Kedaulatan Negara


Penunjukan figur kontroversial dalam posisi strategis seperti pengawas Danantara dapat mempengaruhi kepercayaan publik terhadap pemerintah dan institusi negara. Isu-isu seperti tuduhan korupsi dan kedekatan dengan kelompok oligarki menambah panjang daftar kekhawatiran masyarakat terhadap elit politik saat ini. Untuk menjaga kedaulatan negara dan kepercayaan publik, penting bagi pemerintah untuk memastikan transparansi, akuntabilitas, dan integritas dalam setiap penunjukan pejabat publik serta pengelolaan aset negara.


Secara keseluruhan, meskipun investasi asing dan kerjasama dengan berbagai pihak dapat membawa manfaat ekonomi, keseimbangan antara penerimaan modal dan perlindungan kedaulatan nasional harus selalu dijaga melalui regulasi yang tepat dan pengawasan yang efektif.

Popular Posts