'cookieChoices = {};' Nasihat Islami Untuk Kesehatan Jiwa dan Raga.

Thursday, September 22, 2016

Rukun dengan pendekatan Imani

Rukun dengan pendekatan Imani, perlu dipertimbangkan. Kita sudah melangkah terlalu jauh meninggalkan keimanan untuk memecahkan masalah negeri. Negeri ini rentan untuk tidak rukun, mengingat banyaknya suku bangsa, banyaknya adat istiadat, banyaknya pulau, lain padang lain belalangnya, lain lubuk lain ikannya. Belakangan kita hanya disuguhi pendapat pendapat tentunya dari para ahli dengan segala latar belakangnya, semua sudah pada tahu, semua sudah pada melihat dan sudah sama melihat perkembangannya.

Kerukunan sebaiknya dimulai dari keluarga, disitu ada Ayah sebagai imam rumah tangga, ada Ibu yang dekat putra putrinya, ada anak , Ada keluarga yang punya anak banyak ada sedikit, anak laki laki, anak perempuan. Anak anak adalah generasi penerus bangsa, perlu dibina dengan baik agar menjadi warga masyarakat teladan. Warga warga teladan yang faqih, yang mempunyai akhlaqul karimah akhlak yang luhur dan mandiri, akan menciptakan pemimpin utama negeri.

Ayah dan Ibu perlu membina dirinya untuk rukun, memberikan nasihat dan memberikan contoh dalam keseharian , tentang kerukunan secara Imani. Harus banyak belajar untuk dirinya,agar terbentuk, secara imani apa yang disebut" qaulun wa fiklun ", artinya ucapannya dan perbuatannya berbuat  kerukunan, kalau tidak akan sia sia.
Banyak belajar dari ulama yang baik dan benar, yang tidak tergerus politik, bisnis dan uang. Jangan sampai ulamanya mengajar mencela pemimpin menceritakan men sak'udhon sangka jelek kepada pemimpin. Kalau terjadi seperti itu , salah pilih namanya, tinggalkan saja. Kuman diseberang lautan tampak gajah dipelupuk mata tak tampak. Jangan begitu lah.
Manusia ditakdirkan berbuat salah, tak ada manusia yang sempurna, nanti giliran generasi penerus kita, tidak bisa tidak jadi pemimpin bangsa, yang tua tua pasti mati. Jangan diajarkan anak kita ngrasani, sangka jelek. Ajarkan mencari jalan taqwa, dan ayah ibu harus bisa mencontohi menjari jalan taqwa.
Rukun dengan pendekatan Imani bisa terwujud bila ummat atau warga bangsa betul betul mencintai Allah dan Rasul Nya ("masing masing" ). Dimulai dari ayah dan ibu betul betul mencari kepahaman selangkah demi selangkah bagaimana mencintai Allah Yang Maha Pencipta dirinya dan Rasul yang menjadi utusan Allah. Bagaimana keimanan akan terwujud kalau tidak mengenal TuhanNya dan sifat sifatNya. Karena itu harus dicari dipelajari dalam Kitab , Tuntunan, utamanya AlQuran dan Sunnah Rasul SAW Alhadist. Tugas memahami kedua tuntunan ini bukan hanya orang yang duduk di pesantren, atau diserahkan bagaimana kiai semata, tapi perintahnya kepada semua ummat utamanya yang merasa muslim. Jangan juga karena mahir berbahasa Arab. Semua harus belajar pada guru yang benar, bersanad dan bermutasil, gurunya nyambung tidak putus dengan Rasul SAW. Hindari katanya katanya, ini awal malapetaka mencari ilmu untuk meningkat keimanan. Ketika orang sudah cinta pada Allah dan Rasulnya dia akan mudah mengamalkan isi kedua kitab itu. Dia yakin , ibarat kata , dunia ini ibarat nandur, panennya di akhirat. Dia akan yakin kampung akhirat dengan sebenarnya.
Dasar dasar rukun , dapat terbentuk kalau orang bisa menerampilkan berbicara yang baik. Tidak mudah untuk bicara baik kalau tidak terlatih, dan tidak meneliti kebiasaan sendiri dalam berbicara. Kadang kadang sudah bicara baik tapi yang diajak bicara dalam suasana kurang baik, dan kita tidak memperhatikan perubahan air muka, juga bisa berakibat kurang baik. Istilah empan,papan dan adepan (jawa) ada baik diperhatikan. Kita harus memperhatikan siapa yang diajak bicara. Kalau kalimat buat anak anak atau sepantar, kita sampaikan pada orang yang lebih tua, orang yang dihormati masyarakat, tentu bisa menimbulkan salah paham akhirnya terjadi ketidak rukunan. Istilah sabar apalagi ditambah keporongalah (Jw) boleh dibilang hampir lenyap, dibumi pertiwi, kecuali bagi orang yang mengutakan tatanan Imani. Padahal justru Sabar dan keporo ngalah ini, luar biasa dapat mewujudkan kerukunan. Bayangkan saja jaman sekarang penuh provokasi, kalau kita tidak arif tidak tabayun apa jadinya, benteng terakhir suasana seperti ini adalah sabar dan keporo ngalah. Situasi dalam keluarga juga sering dihadapi seperti ini tidak saja antara ayah dan ibu juga antara anak anak dan diantara anak dan orang tua. Sabar keporo ngalah, bicara baik itu cerminan akhlaqul karimah, akhlak yang mulia, budi pekerti yang luhur itu semua ada dalam "pesan2" Allah Swt dan ada didalam sifat yang dicontohkan Rasul SAW. Betapa besar nya pahala bagi orang yang bisa menahan marahnya, padahal dia mampu melaksanakan, valid, dan sah baginya untuk marah. Tapi tidak diumbarnya, karena berharap "wajahnya Allah" lebih agung, dari pada "nikmat " mengungkapkan kemarahan.

Sementara itu ukuran akhlak yang baik ini bagi Allah dan Rasulnya, punya reward dan punishment berupa pahala surga dan dosa siksa neraka baik orang yang tahu atau tidak tau, orang yang mengaku atau tidak mengaku, orang yang percaya atau orang tidak percaya. Orang akan segera melengos ketika bicara pahala surga dan dosa siksa neraka. Tidak percaya ? perhatikan, kalau contoh didalam masyarakat tidak bisa ditonton ramai, itu di media TV kalau ada talk show, ada ngobrol ngobrol, ada peristiwa, itu bisa disimak sama sama. Itu yang menyampaikan istilah pahala surga dan dosa siksa neraka boleh dibilang , di ucapkan dengan terpaksa "tebal muka", belum selesai diucapkan pasti sudah pada buang muka. Di anggap orang yang "picik" saja, kesannya. Begitulah untuk menciptakan rukun dengan pendekatan Imani ini sudah sulit mendapatkan tempat. Padahal dengan susah payah "Pancasila" diurutan pertama " Ketuhanan Yang Maha Esa" diletakkan pertama itu apa, secara tersurat dan tersirat hal "Imani " , pesan Moral, hal Ketuhanan kita masing masing warga.
Semua itu "hampir" sudah ditinggalkan jauh saat ini. Ukuran rukun yang ada kelihatannya sebatas rukun ukuran dunia, kalau tidak begitu namanya orang bodoh katanya.Kembali ke jaman dulu lagi. Habis urusan dunianya , rame lagi, tidak rukun lagi, hanya "topeng topeng" yang gentayangan mencari momen. Jangan begitulah. Alhamdulillah, mudah mudahan kita semua bisa jadi orang yang mengutamakan kerukunan.....















Tuesday, August 23, 2016

Berpakaian baju "taqwa", dipagi yang barokah.





Berpakaian baju "taqwa", dipagi yang barokah.  Dipagi yang penuh keberkahan, dengan, memakai, baju taqwa, niat karena Allah, pastilah mendatangkan ketentraman dan kebahagiaan dalam jiwa orang. Jangan biarkan, amalan berlalu tanpa niat karena Allah, karena akan,sia-sia, kosong, tidak ada pahalanya.
Tidak dosa orang memakai ,baju taqwa yang paling indah, menurut penilaian masing-masing, asalkan anda tidak buat dari bahan sutera tulen.

Hati yang tenang penuh taqwa akan memancarkan wajah yang cerah, diperkuat dengan pakaian taqwa yang bagus. Lingkungan dimana anda berlalu, terimbas damai dan kedamaian. Apalagi anda berpakaian, pakaian- taqwa, dalam mencari ilmu , memerlukan mengisi waktu sebelum menjalankan aktivitas kantor atau bisnis anda yang sesak. Ketika anda berjalan mencari ilmu hampir semua makhluk mendoakan baik, untuk anda. Bahkan ikan dilaut, semua pepohonan sampai binatang microba yang anda tak bisa lihat dengan kasat mata mendoakan anda. Para malaikat berlomba lomba mengembangkan sayapnya melindungi anda sambil mendoakan pengampunan pada orang yang mencari ilmu , ilmu ukuran disisi Allah Swt. Berbahagialah anda punya jiwa yang tenang, tidak semua orang memiliki jiwa yang tenang, karena itu anugerah Allah Yang Maha Rahim.


Dipagi hari yang penuh berkah Allah menaburkan rejekiNya,maka itu Nabi SAW melarang anda semua untuk tidur dipagi hari. Kalau orang sekarang pakai “istilah banyolan,disebut  kursus kere”, kalau tidur dipagi hari. Semangat yang penuh harap dari Sang Maha Pencipta Langit Bumi, akan terukir pada jiwa tenang, dengan tubuh terbalut baju taqwa yang indah baik pria maupun wanita. Orang yang tidak mengharapkan pertolongan berkah dari manusia melainkan Subhanallah Rabbil Alamin.

Timbulnya sebutan baju taqwa ini adalah berproses. Konon katanya, menurut para ahli sejarah, baju taqwa itu, awalnya, baju koko. Baju koko sendiri berasal dari baju, Tuikhim, sejenis baju yang suka dipakai pria Tionghoa dulu. Karena baju itu umumnya dipakai para “engkoh-engkoh”, maka orang masa itu menyebutnya baju koko ( maksudnya baju yang dipakai engkoh-engkoh). Era zaman berlalu, dibeberapa daerah baju koko disebut sebagai baju taqwa. Sedangkan modifikasi bajunya tidak diambil dari baju Tulkhim, melainkan dari baju tradisional Jawa, yaitu Surjan. Surjan adalah salah satu pakaian adat Jawa yang dipakai pria sehari-hari. Sunan Kalijaga yang pertama kali memodifikasi surjan menjadi "baju takwa". Dari sembilan wali, hanya beliau yang pakaiannya berbeda. Sunan Kalijaga tidak menggunakan jubah dan sorban. Akan tetapi, merancang bajunya sendiri yang disebut "Baju Takwa", dari baju Surjan. Baju surjan biasanya berlengan pendek, sedangkan oleh Sunan Kalijaga baju tersebut dijadikan lengan panjang.

Popular Posts