'cookieChoices = {};' Nasihat Islami Untuk Kesehatan Jiwa dan Raga.

Friday, February 17, 2023

Lagi Tentang Qodar Allah




Untuk memahami qodar ini memang suatu kesulitan sendiri, tidak saja orang orang zaman sekarang, para sahabat Rasulullah yang mendengar langsung waktu itu sering mengambil kesimpulan yang salah, diketahui ketika para sahabat itu bertanya kepada Rasul SAW. Kita merasa penting memahamkan dalam masalah qodar Allah ini mengingat cobaan hidup yang silih berganti.

Ibarat kata orang, adakalanya kita dalam keadaan 'dibawah', dan adakalanya kita dalam kondisi 'diatas'. Maksudnya tak selamanya kita hidup kekurangan, sewaktu waktu kita akan bisa saja senang. Sama sama berpangkat jenderal tapi yang satu hidup mewah yang satu hidup pas pasan. Sama sama jualan beras dipasar bersebelahan yang dijual sama harganya sama kualitas sama tapi penghasilannya tetap beda. Jadi apa artinya itu semua. Berikut kita simak suatu hadis dari Rasulullah barangkali bisa menolong pemahaman tentang qodar Allah.

Pada suatu ketika, dari Abu Hurairah, menyampaikan bahwa Nabi SAW bercerita, bahwa saling berdebat antara Nabi Adam dan Nabi Musa, dimana perdebatan itu di menangkan oleh Nabi  Adam.  Cerita nya,  Ketika Nabi Musa bertemu dengan Nabi Adam, Nabi Musa mengatakan terhadap Nabi Adam, bahwa apakah engkau Adam, yang menjerumuskan manusia dan menyebabkan manusia keluar dari sorga, bertanya Musa dengan menunjukkan kekesalan. Jadi Musa, dengan nada kesal berkata pada Adam, Engkau membuat manusia menjadi terlempar di dunia dan menjadi berlumuran dosa.

Walaupun nabi Musa berkata begitu sebagai anak turun nya, Nabi Adam tetap menghormat Nabi Musa.

Menjawab Nabi Adam, "Apakah engkau Musa, orang yang telah mendapat ilmu segala sesuatu dan memilih Allah padamu, mengalahkan manusia yang lain, dengan membawa risalahnya Allah? Dari sekian banyak orang kamu telah dipilih Allah untuk membawa risalah Allah. Musa menjawab, ya.

Maka apakah mencela engkau padaku, atas perkara yang telah diqodarkan Allah, dan perkara itu pasti terjadi,  sebelum aku diciptakan.? Setelah itu Nabi Musa terdiam. Jadi orang bisa berbuat ketaatan atau  berbuat kemaksiatan itu sudah ditakdirkan oleh Allah, sudah ada qodar Allah, garis dari Allah.Sebelum Adam diciptakan takdirnya sudah di tentukan oleh Allah, nanti Adam akan berbuat kemaksiatan.

Maka kalau kita lihat firman Allah dan Sabda Rasulullah SAW dibawah

وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهٗ تَقْدِيْرًا

Allah menciptakan semua makhluknya kemudian Allah membuat qodar masing-masing makhluk

( QS.25 Al-Furqon :2 )

Diperkuat dalam riwayat  ( Muslim ) Rasul SAW bersabda

كَتَبَ الله مَقَادِيرَ الخَلاَءِقِ السَّمَاواتِ والا رضَ بِخَمْسِينَ ألْفَ سَنَةٍ

        Allah telah menulis semua qodar atas seluruh makhluknya lima puluh ribu tahun

        sebelum Allah menciptakan langit dan bumi

Jadi dari riwayat diatas hendaknya kita yang mengisi kehidupannya cara Islami, segera menyadari kita berjalan diatas takdir Allah yang dibuat untuk kita. Apa yang ingin kita sampaikan bahwa hidup di dunia ini bersifat fana, semua berubah, yang awalnya janin, lahir bayi, balita, remaja, dewasa, tua, wafat. Begitu juga awalnya manusia tidak apa-apa, suatu kita bisa jadi orang kaya. Suatu saat kita merasakan bahagia sukses disegala urusan tiba-tiba bisa gagal disegala masalah. Ketika orang dalam situasi keadaan dibawah dalam segala apakah kita harus marah-marah dengan kegagalan kita. Atau harus meratapinya apa yang kita sesalkan.

Oleh karena itu kita harus bijak menyikapi hidup. Pertama kita harus menyadari pada akhirnya hidup kita didunia akan batasnya dan setelah itu kita kembali kepada Allah menjalani hidup di alam akhirat

Kemudian belajar dari pengalaman hidup sendiri dan pengalaman hidup orang lain bahwa, sepanjang hidup tak selamanya orang itu nikmat bahagia, dan tidak juga orang selamanya mendapat cobaan menderita hidup susah. Dilain pihak tidak selamanya orang yang  dalam kebenaran itu benar terus, adalanya dia berbuat salah. Bukan mustahil orang yang selalu berbuat pelanggaran bisa kembali jadi orang baik.

Sampai dalam suatu riwayat mengatakan bahwa Rasul SAW pernah menyampaikan, Andaikata semua manusia sudah jadi orang baik semua, pasti Allah akan mendatangkan kaum yang kaum itu akan berbuat salah dan bertaubat. Allah senang kepada orang yang bertaubat.

Jadi arah pembicaraan kita tentang qodar Allah ini, adalah kita memahami bahwa garis hidup kita sudah ada qodarnya. Maka menghadapi nya harus dengan bijak, ketika kita mengalami musibah jangan terlarut dalam kesedihan. Tidak hina orang dapat musibah karena itu adalah cobaan hidup yang sudah ditakdirkan sudah ada qodarnya. Sebagai orang yang Islami bagaimana yang diajarkan petunjuk dari Allah dan Rasul dalam ketika mengalami musibah, harus sabar. Nabi menuntunnya dengan doa, agar kita dalam keseharian sering-sering berdoa " “Allahummaj-‘alnii syakuuran, waj-‘alnii shabuuran, waj-‘alnii fii ‘ainii shaghii-ran, wafii a’yunin-naasi kabiiran”.

Insya Allah, kalau terus di lazimkan tidak disadari doa itu akan menjadi jiwa kita, cobalah.

Begitu juga bila menghadapi hidup yang selalu sukses, bahagia, kecukupan kita juga sedang menjalani qodar kita seperti, sehingga secara Islami kita terjaga dari sikap sombong, yaitu seolah olah keberhasilan itu sebab kepintaran dan keuletan kita, itu tidak. Semua terjadi karena izin Allah. Jangan sampai kita di takdirkan jadi orang yang tidak bersyukur dan sombong. Begitu saja Insya Allah pembahasan nya kita batasi, semoga yang sedikit ini bisa mendapatkan manfaat bagi kita semua.




To understand this destiny is indeed a difficulty in itself, not only people today, the companions of the Prophet who heard directly at that time often drew the wrong conclusions, it was known when the friends asked the Prophet SAW. We feel it is important to understand in this matter of God's destiny, remembering the trials of life that go one after another.

As people say, sometimes we are 'under', and sometimes we are 'above'. It means that we don't always live in poverty, at any time we will be happy. Both have the rank of general, but one lives a luxurious life, the other lives just barely. It's the same as selling rice in adjoining markets which are sold at the same price, the same quality, but the income is still different. So what does it all mean. Here we look at a hadith from the Messenger of Allah, perhaps it can help an understanding of God's destiny.

 

At one point, from Abu Hurairah, he conveyed that the Prophet SAW told a story, that the Prophet Adam and Prophet Musa had a debate, where the debate was won by Prophet Adam. The story goes, when Prophet Musa met Prophet Adam, Prophet Musa said to Prophet Adam, that are you Adam, who plunged humans and caused humans to get out of heaven, asked Moses with annoyance. So Moses, in an annoyed tone said to Adam, You made man thrown into the world and became covered in sin.

 

Even though the prophet Musa said that as his descendant, Prophet Adam still respected Prophet Musa.

 

Prophet Adam answered, "Are you Musa, the one who has acquired knowledge of all things and chose Allah for you, defeating other human beings, by bringing Allah's message? Of all the people you have been chosen by Allah to carry Allah's message. Musa replied, yes.

 

So do you reproach me for the things that God has ordained, and these things must have happened before I was created? After that the Prophet Musa was silent. So a person can act in obedience or commit disobedience, that was predestined by God, there was a destiny from God, a line from God. Before Adam was created, his destiny was already determined by God, later Adam would commit disobedience.

 

So if we look at the word of Allah and the Word of Rasulullah SAW below

 

وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهٗ تَقْدِيْرًا

 

Allah created all his creatures then Allah made the destiny of each creature

 

( QS. 25 Al-Furqan : 2 )

 

Strengthened in the history of (Muslim) Rasulullah SAW said

 

كَتَبَ الله مَقَادِيرَ الخَلاَءِقِ السَّمَاواتِ والا رضَ بِخَمْسِينَ ألْفَ سَنَةٍ

 

         Allah has written all the destiny of all creatures fifty thousand years before Allah created the heavens and the earth

 

So, from the history above, those of us who fill our lives in the Islamic way should immediately realize that we are walking on the destiny Allah has made for us. What we want to convey is that living in this world is temporary, everything changes, from the beginning it is a fetus, a baby is born, a toddler, a teenager, an adult, an old man, he dies. Likewise, at first it's okay for humans, one day we can become rich people. One time we feel happy, successful in all matters, suddenly we can fail in all problems. When people are in a situation where they are under everything, we have to be angry with our failures. Or have to mourn what we regret.

 

Therefore, we must be wise in dealing with life. First we must realize that in the end our life in this world will be limited and after that we return to Allah to live life in the afterlife

 

Then learn from one's own life experience and the life experiences of others that, throughout life, people are not always happy to be happy, and not people are always going to have trials and suffering in a difficult life. On the other hand, people who are in the truth are not always right, they are always wrong. It is not impossible that people who always commit violations can return to being good people.

 

In a history it was said that the Prophet SAW once said, If all humans had become good people, Allah would surely bring people who would make mistakes and repent. Allah is pleased with those who repent.

 

So the direction of our conversation about God's destiny, is that we understand that our lifeline has a destiny. So we have to deal with it wisely, when we experience a disaster, don't be dissolved in sadness. It's not despicable for people to get into a disaster because it's a trial in life that is predestined to have a destiny. As an Islamic person, what is taught by guidance from Allah and the Messenger when experiencing a disaster, one must be patient. The Prophet guided him with prayer, so that in our daily lives we often pray "Allahummaj-'alnii syakuuran, waj-'alnii shabuuran, waj-'alnii fii 'ainii shaghii-ran, wafii a'yunin-naasi kabiiran".

 

God willing, if we continue to make it a habit, we don't realize that prayer will become our soul, try it.

Likewise, when facing a life that is always successful, happy, sufficient, we are also living our destiny like this, so that Islamically we are protected from being arrogant, that is, as if success is due to our intelligence and tenacity, it is not. Everything happens because of Allah's permission. Don't let us be destined to be ungrateful and arrogant people. Just like that, God willing, we will limit the discussion, hopefully this little bit can benefit us all.

Thursday, February 2, 2023

Berbuatlah Adil Kalian Semua



Berbuat adil  dalam hal sebagai saksi dalam suatu peristiwa, dalam keadaan normal bisa berjalan dengan baik. Tapi dalam situasi dimana orang yang membutuhkan saksi kita, itu bermasalah terhadap kita, orang nya kelakuannya memang buruk pernah pula menyakiti hati kita. Atau yang bermasalah masih ada hubugan kerabat dengan kita, akan timbul konflik kepentingan.

Tapi apapun itu hukum adalah hukum yang harus ditegakkan. Beruntungnya kita orang Islam punya pegangan peraturan dari Allah Swt dan juga hadist hadist seperti kisah Rasulullah SAW dalam menegakkan keadilan harus jadi pegangan umat Islam, khususnya yang menjadi penegak hukum di negeri ini. Karena,dalam agama Islam untuk berbuat adil tidak pernah pandang bulu,

Wahai orang-orang yang beriman jadilah kalian orang yang menetapi karena Allah orang yang menjadi saksi dengan adil. Jangan mendorong dari kalian marahnya kaum kelakuan kaum atas bahwa tidak berbuat adil kamu sekalian. Adapun berbuat adil mendekatkan diri kepada ketaqwaan, dan takutlah pada Allah, Sesungguhnya Allah maha waspada dengan apa-apa mengerjakan kamu sekalian.(QS. Al-Ma'idah Ayat 8)

Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.

Demi jiwa Muhammad yang berada di tangan-Nya, seandainya Fatimah puteri Muhammad mencuri, aku akan memotong tangannya." (HR. Bukhari )

Dari hadist tersebut kita bisa ikuti riwayatnya. Ketika itu Urwah bin az-Zubair, salah seorang sahabat Nabi, bercerita kepada Az-Zuhri tentang kejadian yang ia saksikan sewaktu Nabi hidup. Pada waktu itu, Urwah melihat bahwa seorang wanita bernama Fatimah al-Makhzumiyyah, putri dari pemimpin suku Al-Makhzumi, pada hari Fathu Mekah, itu kedapatan mencuri.

Kaumnya minta tolong kepada Usamah bin Zaid yang diketahui dekat dengan Nabi.

Ayahnya Usamah, Zaid bin Haritsah, adalah anak angkat Nabi. Karena itu mereka menemui Usamah dan memintanya agar bisa menolong putri kepala suku itu agar nantinya tidak akan dihukum oleh Nabi. Singkat cerita Usamah mau beramal solih sehingga datanglah Usamah menemui Nabi dengan menceritakan maksud dan tujuan kedatangannya. Mendengar apa yang dikatakan Usamah, wajah Nabi berubah marah.

Nabi bersabda, ''Apakah engkau akan mempersoalkan ketentuan hukum yang sudah ditetapkan oleh Allah?'' Usamah kemudian berkata, ''Maafkan aku ya Rasul Allah.''

Rasulullah SAW berdiri di depan para sahabatnya sambil berkhutbah dengan terlebih dahulu memuji Allah karena Dialah pemilik segala pujian: ''Sesungguhnya kehancuran umat-umat sebelum kalian semua adalah disebabkan oleh perbuatan mereka sendiri. Ketika salah seorang yang dianggap memiliki kedudukan dan jabatan yang tinggi mencuri, mereka melewatkannya atau tidak menghukumnya. Namun, ketika ada seorang yang dianggap rendah, lemah dari segi materi, ataupun orang miskin yang tidak memiliki apa-apa, dan orang-orang biasa, mereka menghukumnya. Ketahuilah, demi Zat yang jiwa Muhammad berada di dalam kekuasaan-Nya, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, aku akan memotong tangannya.'' (HR Bukhari, No. 4.304).

Nabi ingin mengajarkan kepada umat manusia untuk tidak membeda-bedakan satu orang dengan yang lainnya dalam hukum. Semua orang sama, tidak ada yang kebal hukum. Karena, pembedaan dalam hukum merupakan sumber kehancuran umat-umat sebelum kita. Krisis ekonomi berkepanjangan, bangsa yang selalu dirundung persoalan, gejolak sosial yang hebat, merupakan imbas dari adanya hukum yang tidak adil. Hukum harus menjadi hukum, ia harus mengenai siapa pun yang terkait dengannya. Ini yang diterap oleh Nabi Muhammad SAW dengan tujuan mencapai keadilan yang haq senantiasa sesuai petunjuk Allah.


"Sesungguhnya telah membinasakan umat sebelum kalian, ketika di antara orang-orang terpandang yang mencuri, mereka dibiarkan (tidak dikenakan hukuman). Namun ketika orang-orang lemah yang mencuri, mereka mewajibkan dikenakan hukuman hadd. Demi jiwa Muhammad yang berada di tangan-Nya, seandainya Fatimah puteri Muhammad mencuri, aku akan memotong tangannya." (HR. Bukhari no. 4304 dan Muslim no. 1688


“Sesungguhnya yang telah membinasakan umat sebelum kalian adalah jika ada orang terhormat dan mulia di antara mereka mencuri, mereka tidak menghukumnya. Sebaliknya jika orang rendahan yang mencuri, mereka tegakkan hukuman terhadapnya. Demi Allah, bahkan seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya!”.

Tidak ada yang berubah pada ketetapan Allah dan Rasul-Nya. Wanita dari keluarga yang terhormat itu tetap harus menjalani hukuman potong tangan.

Aisyah RA istri Rasulullah saw menuturkan, “Wanita itu kemudian bertobat , memperbagus tobatnya, dan menikah. Ia pernah datang dan menyampaikan hajatnya kepada Rasulullah.”

Setelah itu, Nabi menyuruh untuk memotong tangan Fatimah al-Makhzumiyyah tersebut. Dan setelah pelaksanaan hukuman itu selesai, Nabi menyatakan bahwa tobatnya telah diterima oleh Allah. Dan, perempuan itu menjalani hidupnya secara normal, menikah, dan bekerja seperti biasa. Hingga suatu ketika ia datang kepada Aisyah untuk mengajukan suatu kebutuhan pada Nabi dan beliau menerimanya.

 

Kita berkeyakinan andai negeri ini punya pendekar-pendekar hukum yang didalam jiwa terpateri ilmu dari Allah dan RasulNya, tidak nanti mereka menghukumi secara hawa nafsu, Insya Allah negeri kita bisa damai dan tentram. Siapa tahu, mudah mudahan.

 

 Doing justice in terms of being a witness in an event, under normal circumstances can work well. But in situations where people need our witnesses, that's a problem for us, people whose behavior is bad have also hurt us. Or those with problems still have relatives with us, conflicts of interest will arise.


But whatever the law is a law that must be upheld. Luckily we Muslims have a handle on rules from Allah SWT and also hadiths such as the story of Rasulullah SAW in upholding justice must be a guideline for Muslims, especially those who become law enforcers in this country. Because, in Islam, to do justice is never discriminating,


O you who believe, be of you who are faithful, because Allah is a witness in justice. Don't push the anger of the people over the behavior of the people that you don't do justice to all of you. As for doing justice, draw closer to piety, and fear Allah. Indeed, Allah is aware of what you are doing. (QS. Al-Ma'idah Verse 8)


Be ye upholders of justice because of Allah, (when) bear witness fairly. And let not your hatred of a people encourage you to act unjustly. Be fair. Because (fair) is closer to piety. And fear Allah, verily, Allah is Aware of what you do.

For the sake of Muhammad's soul in His hands, if Fatimah the daughter of Muhammad steals, I will cut off her hands." (Narrated by Bukhari no. 4304 and Muslim no. 1688)


From this hadith we can follow its history. At that time Urwah bin az-Zubair, one of the Prophet's companions, told Az-Zuhri about the events he witnessed when the Prophet was alive. At that time, Urwah saw that a woman named Fatimah al-Makhzumiyyah, the daughter of the leader of the Al-Makhzumi tribe, was caught stealing on the day of Mecca's Fathu.

His people asked for help from Usama bin Zaid who was known to be close to the Prophet.

Usamah's father, Zaid bin Harithah, was the adopted son of the Prophet. Because of that they met Usama and asked him to help the daughter of the chief of the tribe so that later the Prophet would not punish him. In short, Usamah wanted to do good deeds so that Usamah came to meet the Prophet by telling him the purpose and purpose of his arrival. Hearing what Usama said, the Prophet's face turned angry.

The Prophet said,''Are you going to question the legal provisions that have been established by Allah?'' Usamah then said,''Forgive me O Messenger of Allah.''

Rasulullah SAW stood in front of his friends while preaching by first praising Allah because He is the owner of all praise: ''Indeed, the destruction of the peoples before you all was caused by their own actions. When someone who is considered to have high rank and position steals, they either skip it or don't punish them. However, when there is someone who is considered lowly, weak from a material point of view, or a poor person who has nothing, and is an ordinary person, they punish him. Know, for the sake of the Substance in whose power Muhammad's soul is in His power, if Fatimah the daughter of Muhammad steals, I will cut off her hands.''


The Prophet wanted to teach mankind not to discriminate between one person and another in law. Everyone is equal, no one is above the law. Because, differences in law are the source of the destruction of the people before us. The prolonged economic crisis, the nation which is always dogged by problems, the great social turmoil, is the result of the existence of unfair laws. Law has to be law, it has to be about whoever is related to it. This was implemented by the Prophet Muhammad SAW with the aim of achieving fair justice always according to God's instructions.

From 'Urwah bin Zubair, he said that the Prophet SAW once preached and said,

"Indeed, it has destroyed the people before you, when among the respected people who steal, they are left unpunished. But when weak people steal, they oblige to be subject to hadd punishment. By the soul of Muhammad who is in His hands, if Fatimah the daughter of Muhammad stole, I will cut off her hand." (Narrated by Bukhari no. 4304 and Muslim no. 1688

There is a woman who has stolen. He came from a respectable and respected family from Bani Makhzum.

Because of his actions, he also had to be punished according to the rules applied at that time, namely by cutting off his hands. However, the woman's people and family objected. Because of that, they made every effort to forgive the woman and cancel the punishment of cutting off her hands.

After that, the Prophet ordered to cut off Fatimah al-Makhzumiyyah's hand. And after the execution of the sentence was completed, the Prophet declared that his repentance had been accepted by Allah. And, the woman lived her life normally, married and worked as usual. Until one day he came to Aisyah to submit a need to the Prophet and he accepted it.


We believe that if this country had legal warriors whose souls were imbued with knowledge from Allah and His Messenger, they would not judge them based on lust, God willing, our country would be peaceful and peaceful. Who knows, hopefully.


 

 

 

 

 


Popular Posts