'cookieChoices = {};' Nasihat Islami Untuk Kesehatan Jiwa dan Raga.

Monday, February 20, 2023

Kehidupan Yang Sempit



Siapapun tak akan mau mengalami yang namanya kehidupan yang sempit, kehidupan yang terbayang sebagai kehidupan yang serba susah, dimana apapun yang ingin dicapai sangat sulit. Seumpama dalam hal  mencari uang mencari nafkah, hanya dapat sedikit diluar dari kebiasaan orang umumnya. Ingin berkeluarga, bingung siapa yang mau dengan orang pekerjaan serabutan belum mapan seperti saya. Ketika sudah bekeluarga, kepengin punya anak turun, dengan susah payah baru sepuluh tahun baru dapat turunan. Ketika anak sudah hadir, timbul persoalan dari apa susu bayi sampai urusan balita, timbul masalah anak sekolah dimana. Lebih banyak lagi urusan kemasyarakatan, disaat orang tua mencari nafkah yang serabutan, dirumah anak kita entah dengan siapa berinteraksi. Timbul lakon-lakon tidak lazim pada anak sedang tumbuh remaja, sementara ibu juga sibuk cari tambahan buat makan sehari hari. Ini semua kehidupan lumrah dan nyata dalam masyarakat.
Sementara, terjadi sebaliknya pada pihak keluarga yang soal materi tidak ada soal, semua dijalankan dari mulai urusan maisyah urusan mencari nafkah mudah dan berlebih, menurut sudut pandang ukuran manusia normal, tidak tercermin sebagi orang puas, lega, apa yang sudah dimiliki, malah mencari terus dan berusaha terus lebih banyak mengingat permintaan anak pesan istri. Merasa khawatir kurang terus gelisah terus, apa yang dicari apa yang dipikirkan. Terlihat istri aktif kemana mana anak juga sibuk berinteraksi menjaga gengsi gaul, tapi kata tetangga semua mengeluhkan kehidupannya. Ada apa itu semua, apa yang terjadi dengan kedua ilustrasi itu, yang betul ada dikalangan ummat manusia dimanapun, seperti mengalami kehidupan yang sempit. Bahkan lebih ekstrim lagi kalau kita simak berita-berita disemua media ada nyata.

Secara Islami kita melihat, apakah ini dimaksud kehidupan yang sempit, kita coba memakai pendapat para ulama yang berdasarkan kaidah Islami. Dari sana rata-rata menggunakan ayat berikut :

Barang siapa yang berpaling dari peringatan Ku (maksudnya ku nya Allah), maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit. Akan mengumpulkan Aku pada hari kiamat dalam keadaan buta. QS Thoha (20) : 124

Jadi karena engkau mengabaikan peringatanku ayat-ayatku, engkau diberi kehidupan sempit didunia, dan di alam kubur disiksa. Dan pada hari kiamat engkau dikumpulkan dalam keadaan buta juga tidak ada lagi hujjah,

Sebenarnya adanya kamu merasakan kehidupan yang sempit karena kamu telah kedatangan ayat2ku, tapi engkau melupakannya. Padahal sudah ada ayat ayatnya Allah, ada orang yang menyampaikan dan mengajak pada kamu, tapi kamu melupakannya maksudnya mengabaikannya bahkan tidak bisa menerima. Demikian pula hari ini engkau pun dilupakan atau ditinggal didalam siksa. Sangat mengerikan, berdasarkan ayat ini Allah tidak main-main dengan ayat-ayatnya.

Kalau di rangkum beberapa pikiran ulama, jadinya berdasarkan ayat itu, mengatakan, barangsiapa yang berpaling dari peringatanKu, maksudnya dari petunjuk Allah, tidak menerima, dan tidak mewujudkannya, apa yang diingatkan Allah, yakni dari agama Allah,  serta berpaling dari membaca kitab-Ku dan berpaling dari beramal dengan isi kandungan Alquran, maka sesungguhnya baginya di dunia ini kehidupan sempit lagi sengsara, (walaupun tampaknya dia termasuk orang bermartabat dan berkemudahan) di dunia, dia akan mendapat kehidupan yang menderita dan penuh kesulitan meski secara zahir dia mendapat kenikmatan; kehidupan yang sengsara lagi sempit  di dunia ini dan juga di alam kubur. Dan Allah  akan menghimpunnya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta dan tidak ada hujjah. Dan Allah akan menggiringnya di padang Mahsyar  pada hari Kiamat kelak dalam keadaan buta; tidak bisa melihat dan tidak memiliki hujah. dan pada hari kiamat dia akan dibangkitkan dalam keadaan buta, sehingga dia akan bertanya:

“Ya Tuhanku, mengapa Engkau membangkitkan aku dalam keadaan buta, padahal ketika di dunia aku dapat melihat?”( QS 20: 125 )

َالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِيْٓ اَعْمٰى وَقَدْ كُنْتُ بَصِيْرًا ١٢٥

Oleh karena itu saudaraku yang Islami, tak tertutup kemungkinan itu terjadi dikalangan kita, tinggal kita introspeksi diri kita masing-masing seberapa jauh kita sudah menunaikan kewajiban kita sebagai hamba Allah. 

Sebab semua kita terlahir, karena sudah menjawab pertanyaan Allah sewaktu alam roh, Alastu birobbikum? Apakah Aku bukan Tuhanmu? Kita menjawab, bala, ya wahai Tuhanku.

وَاِذْ اَخَذَ رَبُّكَ مِنْۢ بَنِيْٓ اٰدَمَ مِنْ ظُهُوْرِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَاَشْهَدَهُمْ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْۚ اَلَسْتُ بِرَبِّكُمْۗ قَالُوْا بَلٰىۛ شَهِدْنَا ۛاَنْ تَقُوْلُوْا يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اِنَّا كُنَّا عَنْ هٰذَا غٰفِلِيْنَۙ ١٧

(Ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari tulang punggung anak cucu Adam, keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksiannya terhadap diri mereka sendiri (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” (Kami melakukannya) agar pada hari Kiamat kamu (tidak) mengatakan, “Sesungguhnya kami lengah terhadap hal ini,”

Jadi penjelasan lebih jauh, Allah perintah telah kepada Nabi Muhammad. Ceritakan Muhammad ketika itu Tuhanmu, mengambil janji kepada anak-anak Adam, ketika Allah mengeluarkan mereka dari punggung Nabi Adam, (prakteknya yang diusap punggungnya Nabi Adam), keluarlah anak-anak-turun nya semua yang masih berupa arwah. Ketika Allah mengeluarkan anak-turun Adam, dikeluarkan semua (tapi dalam bentuk arwah), oleh Allah dijanji, dan dipersaksikan pada diri mereka, (apa janjinya yang diambil Allah dari mereka?), mereka dijanji sanggup iman, tidak syirik, mereka dijanji untuk menetapi perintah Allah, menjauhi larangan Allah, Iman kepada Allah, iman kepada Rasul- Rasul Allah, termasuk iman kepada Kitab-kitab Allah, mereka berjanji seperti itu dipersaksikan kepada mereka.
Kemudian Allah menanyakan, Bukankah Aku Tuhan Kalian? (apa jawab mereka) , bala , iya, syahidna, bersaksi kami, bahwa Tuhanku hanya Engkau.
Berarti zaman arwah dulu sudah dijanji oleh Allah, sanggup iman kepada Allah, sanggup iman kepada utusan Allah, sanggup iman kepada kitab-kitab Allah.
Disebut sanggup iman pada Allah , otomatis yang berhubungan dengan Allah dipercaya semua, rasulnya, kitabnya, supaya dipercaya semua, (mereka mengakui), agar tidak berkata kalian pada hari kiamat, kami lupa.

Adanya kamu saya minta untuk mempersaksikan ini, supaya kamu nanti pada hari kiamat tidak alasan , wah saya lupa. Apalagi dalam Alquran di ulang lagi, diceritakan lagi. Oleh Nabi Muhammad diingatkan lagi, diceritakan lagi, kita belajar, membaca, mengaji saat ini dingatkan lagi, supaya kalian nanti pada hari kiamat tidak berkata, tidak alasan, bahwa saya lupa dengan janji saya.

Termasuk kalau didalam hadist Abu Daud itu diceritakan, bahwa Allah itu menciptakan Nabi Adam, Allah mengusap punggungmya Nabi Adam dengan tangan kanannya, kemudian Allah mengeluarkan dari Nabi Adam itu anak turunnya, Anak turan yang aku keluarkan dari Nabi Adam ini adalah kami persiapkan menjadi penghuni sorga, mereka itu nanti akan beramal sesuai dengan amalan ahli sorga sampai matinya, kemudian Allah mengusap lagi punggungnya Nabi Adam, kemudian nabi  akan mengeluarkan anak Adam itu, tapi waktu masih berujud arwah, nyawa, mereka itu aku jadikan untuk Neraka, untuk menjadi penghuni neraka, mereka akan beramal sesuai dengan amalan ahli neraka, 
Kemudian ada seorang sahabat setelah mendengar hadist itu, bertanya kepada Nabi, Lha terus untuk apa kita beramal Nabi, kalau sudah memang  ada qodarnya menjadi ahli sorga atau ahli neraka, lantas amalan kita itu untuk apa, 

Nabi menjawab: ketika Allah menjadikan seorang hamba ini menjadi ahli sorga, maka oleh Allah diamalkan, dibuat beramal amalan-amalan ahli sorga sampai dia mati tetap beramal amalan ahli sorga, akhirnya Allah memasukkan hamba tersebut dengan amalannya kedalam sorga.

Demikian juga ketika Allah menjadikan seorang hamba untuk menjadi penghuni neraka, maka untuk didunianya oleh Allah diberi  mengamalkan amalan ahli neraka sampai matinya tetap mengamalkan amalan ahli neraka, ga mau solat, ga mau ibadah, ga mau baca Alquran ga mengaji, sampai matinya, akhirnya Allah memasukkan hamba itu kedalam neraka, sebab amalan itu.

Jadi kalau sekarang kita mengamalkan amalan ahli sorga, supaya disyukuri, minta terus pada Allah supaya tetap beramal amalan ahli sorga sampai mati. sehingga kita mati dalam keadaan husnul khotimah, semoga semua menjadi ahli sorga, Aamiin. Mudah mudahan yang sedikit ini bisa menolong pencerahannya bagi yang memerlukannya.






Anyone would not want to experience what is called a cramped life, a life that is imagined as a difficult life, where whatever you want to achieve is very difficult. For example, in terms of making money, making a living can only be a little out of the ordinary for people in general. If you want to have a family, you are confused about who wants someone with odd jobs that are not yet established. When you have a family, you want to have children down, with great difficulty it is only ten years old that you can have children. More societal affairs when parents make a living odd jobs, at home our children don't know who we interact with. Unusual acts arise in children who are growing up, while mothers are also busy looking for extras for their daily meals. This is all normal and real life in society. On the other hand, on the family side, there are no problems with material matters. Everything is carried out, starting with the business of making a living, making an easy and extravagant living. keep trying and keep trying to remember more requests for children to order from your wife. It can be seen that the wife is active everywhere, the children are also busy interacting, but the neighbors said that everyone was complaining about their life. What is it all about, what happened to the two illustrations, which is true among mankind everywhere. It's even more extreme if we look at the news in all the media.

 

Islamically, we see whether this is meant by a narrow life. We try to use the opinion of the scholars who are based on Islamic principles. From there the average uses the following paragraph:

 

Whoever turns away from My warnings (I mean Allah), then indeed he will have a narrow life. Will gather Me on the Day of Resurrection blind. QS Thoha (20): 124

 

So because you ignored my warnings from my verses, you were given a narrow life on earth and buried in torment. And on the Day of Judgment you will be gathered in a state of blindness and there will be no evidence,

Actually you have come my verses, but you forgot them. Even though there are already verses from Allah, there are people who convey and invite you, but you forget to ignore them and cannot accept them, so today you are also forgotten or left in torment.

 

If we summarize some of the thoughts of these scholars, it will be based on that verse, saying, whoever turns away from My warning, that is, from Allah's guidance, does not accept, and does not make it happen, what Allah reminds him, namely from Allah's religion, and turns away from reading My book and turning away from doing good deeds with the contents of the Qur'an, then actually for him in this world life is narrow and miserable, (even though it seems he is one of the people with dignity and ease) in the world, he will have a life of suffering and full of difficulties even though physically he gets pleasure; a miserable and cramped life in this world and also in the grave. And Allah will collect them on the Day of Resurrection blind and without evidence. And Allah will lead him to the plains of Mahsyar on the Day of Resurrection later in a blind state; unable to see and has no argument. and on the Day of Resurrection he will be raised blind, so he will ask:

 

"O my Lord, why did you raise me blind, when in the world I could see?" (Surah 20: 125)

Therefore, my Muslim brothers and sisters, it is possible that this will happen among us. It remains for us to introspect ourselves, how far we have fulfilled our obligations as servants of Allah.

Because all of us were born, because we answered God's question during the spiritual realm, Alastu birobbikum? Am I not your God? We answer, bala, yes my Lord.



(Remember) when your Lord brought forth from the backbone of Adam's offspring, their descendants and Allah took his testimony against themselves (while saying), "Am I not your Lord?" They replied, "Yes (You are our God), we testify." (We did it) so that on the Day of Judgment you (not) say, "Indeed we were heedless of this,"

 

So a further explanation of Allah's commands has been to the Prophet Muhammad. Tell Muhammad that at that time your Lord, took a promise to the children of Adam, when Allah took them out of the back of Prophet Adam, (the practice that was rubbed on the back of Prophet Adam), all of his children who were still spirits came out. When Allah brought out Adam's children, all of them were issued but in the form of spirits, Allah promised, and witnessed to them, (what promise did Allah take from them?), They were promised to be able to faith, not shirk, they were promised to obey Allah's commands , stay away from Allah's prohibitions, Faith in Allah, faith in Allah's Messengers, including faith in Allah's Books, they promised that way was witnessed to them.

Then Allah asked, Am I not your Lord? (what did they answer) , bala , yes, shahidna, testify us, that my Lord is only You. This means that in the past, the spirit age had been promised by God, capable of faith in God, capable of faith in God's messengers, capable of faith in God's books.

It is called being able to believe in Allah, automatically everything related to Allah is trusted by all, His messengers, His books, so that all are believed, (they admit), so that you will not say on the Day of Judgment, we forgot.

 

I ask you to testify about this, so that you don't have excuses on the Day of Resurrection, wow I forgot. Moreover, in the Koran it is repeated again, it is told again. The Prophet Muhammad reminded him again, told him again, we study, read, recite the Koran at this time, remind him again, so that you will not say on the Day of Judgment, there is no reason, that I forgot my promise.

 

Including that in the hadith of Abu Daud it is narrated that Allah created Prophet Adam, Allah rubbed Prophet Adam's back with his right hand, then Allah took out from Prophet Adam his descendant, the son of Turan that I took out from Prophet Adam is that we prepared him to become the inhabitants of heaven. , they will later do good deeds according to the practices of the experts in heaven until they die, then Allah wipes again the back of Prophet Adam, then the prophet will bring out the children of Adam, but when they are still in the form of spirits, souls, I make them for Hell, to become residents of hell, they will act according to the deeds of the people of hell,

Then there was a friend after hearing the hadith, asked the Prophet, Then what are we doing for the Prophet's charity, if there is already a decision to become an expert in heaven or an expert in hell, then what is our practice for?

 

The Prophet replied: when Allah made this servant a member of heaven, then by Allah he practiced it, made him do good deeds of the experts of heaven until he died, he continued to do the deeds of the experts of heaven, finally Allah put the servant with his deeds into heaven.

 

Likewise, when Allah makes a servant to become an inhabitant of hell, then for his world by Allah he is given to practice the deeds of the experts of hell until his death, he continues to practice the deeds of the experts of hell, he does not want to pray, he does not want to worship, he does not want to read the Koran, he does not recite the Koran, until his death, finally Allah put the servant in hell, because of that practice.

 

So if now we practice the deeds of the experts in heaven, to be grateful, keep asking Allah to keep doing the deeds of the experts in heaven until we die. so that we die in a state of husnul khotimah, may all be members of heaven, Aamiin. Hopefully this little bit can help enlighten those who need it.













Friday, February 17, 2023

Lagi Tentang Qodar Allah




Untuk memahami qodar ini memang suatu kesulitan sendiri, tidak saja orang orang zaman sekarang, para sahabat Rasulullah yang mendengar langsung waktu itu sering mengambil kesimpulan yang salah, diketahui ketika para sahabat itu bertanya kepada Rasul SAW. Kita merasa penting memahamkan dalam masalah qodar Allah ini mengingat cobaan hidup yang silih berganti.

Ibarat kata orang, adakalanya kita dalam keadaan 'dibawah', dan adakalanya kita dalam kondisi 'diatas'. Maksudnya tak selamanya kita hidup kekurangan, sewaktu waktu kita akan bisa saja senang. Sama sama berpangkat jenderal tapi yang satu hidup mewah yang satu hidup pas pasan. Sama sama jualan beras dipasar bersebelahan yang dijual sama harganya sama kualitas sama tapi penghasilannya tetap beda. Jadi apa artinya itu semua. Berikut kita simak suatu hadis dari Rasulullah barangkali bisa menolong pemahaman tentang qodar Allah.

Pada suatu ketika, dari Abu Hurairah, menyampaikan bahwa Nabi SAW bercerita, bahwa saling berdebat antara Nabi Adam dan Nabi Musa, dimana perdebatan itu di menangkan oleh Nabi  Adam.  Cerita nya,  Ketika Nabi Musa bertemu dengan Nabi Adam, Nabi Musa mengatakan terhadap Nabi Adam, bahwa apakah engkau Adam, yang menjerumuskan manusia dan menyebabkan manusia keluar dari sorga, bertanya Musa dengan menunjukkan kekesalan. Jadi Musa, dengan nada kesal berkata pada Adam, Engkau membuat manusia menjadi terlempar di dunia dan menjadi berlumuran dosa.

Walaupun nabi Musa berkata begitu sebagai anak turun nya, Nabi Adam tetap menghormat Nabi Musa.

Menjawab Nabi Adam, "Apakah engkau Musa, orang yang telah mendapat ilmu segala sesuatu dan memilih Allah padamu, mengalahkan manusia yang lain, dengan membawa risalahnya Allah? Dari sekian banyak orang kamu telah dipilih Allah untuk membawa risalah Allah. Musa menjawab, ya.

Maka apakah mencela engkau padaku, atas perkara yang telah diqodarkan Allah, dan perkara itu pasti terjadi,  sebelum aku diciptakan.? Setelah itu Nabi Musa terdiam. Jadi orang bisa berbuat ketaatan atau  berbuat kemaksiatan itu sudah ditakdirkan oleh Allah, sudah ada qodar Allah, garis dari Allah.Sebelum Adam diciptakan takdirnya sudah di tentukan oleh Allah, nanti Adam akan berbuat kemaksiatan.

Maka kalau kita lihat firman Allah dan Sabda Rasulullah SAW dibawah

وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهٗ تَقْدِيْرًا

Allah menciptakan semua makhluknya kemudian Allah membuat qodar masing-masing makhluk

( QS.25 Al-Furqon :2 )

Diperkuat dalam riwayat  ( Muslim ) Rasul SAW bersabda

كَتَبَ الله مَقَادِيرَ الخَلاَءِقِ السَّمَاواتِ والا رضَ بِخَمْسِينَ ألْفَ سَنَةٍ

        Allah telah menulis semua qodar atas seluruh makhluknya lima puluh ribu tahun

        sebelum Allah menciptakan langit dan bumi

Jadi dari riwayat diatas hendaknya kita yang mengisi kehidupannya cara Islami, segera menyadari kita berjalan diatas takdir Allah yang dibuat untuk kita. Apa yang ingin kita sampaikan bahwa hidup di dunia ini bersifat fana, semua berubah, yang awalnya janin, lahir bayi, balita, remaja, dewasa, tua, wafat. Begitu juga awalnya manusia tidak apa-apa, suatu kita bisa jadi orang kaya. Suatu saat kita merasakan bahagia sukses disegala urusan tiba-tiba bisa gagal disegala masalah. Ketika orang dalam situasi keadaan dibawah dalam segala apakah kita harus marah-marah dengan kegagalan kita. Atau harus meratapinya apa yang kita sesalkan.

Oleh karena itu kita harus bijak menyikapi hidup. Pertama kita harus menyadari pada akhirnya hidup kita didunia akan batasnya dan setelah itu kita kembali kepada Allah menjalani hidup di alam akhirat

Kemudian belajar dari pengalaman hidup sendiri dan pengalaman hidup orang lain bahwa, sepanjang hidup tak selamanya orang itu nikmat bahagia, dan tidak juga orang selamanya mendapat cobaan menderita hidup susah. Dilain pihak tidak selamanya orang yang  dalam kebenaran itu benar terus, adalanya dia berbuat salah. Bukan mustahil orang yang selalu berbuat pelanggaran bisa kembali jadi orang baik.

Sampai dalam suatu riwayat mengatakan bahwa Rasul SAW pernah menyampaikan, Andaikata semua manusia sudah jadi orang baik semua, pasti Allah akan mendatangkan kaum yang kaum itu akan berbuat salah dan bertaubat. Allah senang kepada orang yang bertaubat.

Jadi arah pembicaraan kita tentang qodar Allah ini, adalah kita memahami bahwa garis hidup kita sudah ada qodarnya. Maka menghadapi nya harus dengan bijak, ketika kita mengalami musibah jangan terlarut dalam kesedihan. Tidak hina orang dapat musibah karena itu adalah cobaan hidup yang sudah ditakdirkan sudah ada qodarnya. Sebagai orang yang Islami bagaimana yang diajarkan petunjuk dari Allah dan Rasul dalam ketika mengalami musibah, harus sabar. Nabi menuntunnya dengan doa, agar kita dalam keseharian sering-sering berdoa " “Allahummaj-‘alnii syakuuran, waj-‘alnii shabuuran, waj-‘alnii fii ‘ainii shaghii-ran, wafii a’yunin-naasi kabiiran”.

Insya Allah, kalau terus di lazimkan tidak disadari doa itu akan menjadi jiwa kita, cobalah.

Begitu juga bila menghadapi hidup yang selalu sukses, bahagia, kecukupan kita juga sedang menjalani qodar kita seperti, sehingga secara Islami kita terjaga dari sikap sombong, yaitu seolah olah keberhasilan itu sebab kepintaran dan keuletan kita, itu tidak. Semua terjadi karena izin Allah. Jangan sampai kita di takdirkan jadi orang yang tidak bersyukur dan sombong. Begitu saja Insya Allah pembahasan nya kita batasi, semoga yang sedikit ini bisa mendapatkan manfaat bagi kita semua.




To understand this destiny is indeed a difficulty in itself, not only people today, the companions of the Prophet who heard directly at that time often drew the wrong conclusions, it was known when the friends asked the Prophet SAW. We feel it is important to understand in this matter of God's destiny, remembering the trials of life that go one after another.

As people say, sometimes we are 'under', and sometimes we are 'above'. It means that we don't always live in poverty, at any time we will be happy. Both have the rank of general, but one lives a luxurious life, the other lives just barely. It's the same as selling rice in adjoining markets which are sold at the same price, the same quality, but the income is still different. So what does it all mean. Here we look at a hadith from the Messenger of Allah, perhaps it can help an understanding of God's destiny.

 

At one point, from Abu Hurairah, he conveyed that the Prophet SAW told a story, that the Prophet Adam and Prophet Musa had a debate, where the debate was won by Prophet Adam. The story goes, when Prophet Musa met Prophet Adam, Prophet Musa said to Prophet Adam, that are you Adam, who plunged humans and caused humans to get out of heaven, asked Moses with annoyance. So Moses, in an annoyed tone said to Adam, You made man thrown into the world and became covered in sin.

 

Even though the prophet Musa said that as his descendant, Prophet Adam still respected Prophet Musa.

 

Prophet Adam answered, "Are you Musa, the one who has acquired knowledge of all things and chose Allah for you, defeating other human beings, by bringing Allah's message? Of all the people you have been chosen by Allah to carry Allah's message. Musa replied, yes.

 

So do you reproach me for the things that God has ordained, and these things must have happened before I was created? After that the Prophet Musa was silent. So a person can act in obedience or commit disobedience, that was predestined by God, there was a destiny from God, a line from God. Before Adam was created, his destiny was already determined by God, later Adam would commit disobedience.

 

So if we look at the word of Allah and the Word of Rasulullah SAW below

 

وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهٗ تَقْدِيْرًا

 

Allah created all his creatures then Allah made the destiny of each creature

 

( QS. 25 Al-Furqan : 2 )

 

Strengthened in the history of (Muslim) Rasulullah SAW said

 

كَتَبَ الله مَقَادِيرَ الخَلاَءِقِ السَّمَاواتِ والا رضَ بِخَمْسِينَ ألْفَ سَنَةٍ

 

         Allah has written all the destiny of all creatures fifty thousand years before Allah created the heavens and the earth

 

So, from the history above, those of us who fill our lives in the Islamic way should immediately realize that we are walking on the destiny Allah has made for us. What we want to convey is that living in this world is temporary, everything changes, from the beginning it is a fetus, a baby is born, a toddler, a teenager, an adult, an old man, he dies. Likewise, at first it's okay for humans, one day we can become rich people. One time we feel happy, successful in all matters, suddenly we can fail in all problems. When people are in a situation where they are under everything, we have to be angry with our failures. Or have to mourn what we regret.

 

Therefore, we must be wise in dealing with life. First we must realize that in the end our life in this world will be limited and after that we return to Allah to live life in the afterlife

 

Then learn from one's own life experience and the life experiences of others that, throughout life, people are not always happy to be happy, and not people are always going to have trials and suffering in a difficult life. On the other hand, people who are in the truth are not always right, they are always wrong. It is not impossible that people who always commit violations can return to being good people.

 

In a history it was said that the Prophet SAW once said, If all humans had become good people, Allah would surely bring people who would make mistakes and repent. Allah is pleased with those who repent.

 

So the direction of our conversation about God's destiny, is that we understand that our lifeline has a destiny. So we have to deal with it wisely, when we experience a disaster, don't be dissolved in sadness. It's not despicable for people to get into a disaster because it's a trial in life that is predestined to have a destiny. As an Islamic person, what is taught by guidance from Allah and the Messenger when experiencing a disaster, one must be patient. The Prophet guided him with prayer, so that in our daily lives we often pray "Allahummaj-'alnii syakuuran, waj-'alnii shabuuran, waj-'alnii fii 'ainii shaghii-ran, wafii a'yunin-naasi kabiiran".

 

God willing, if we continue to make it a habit, we don't realize that prayer will become our soul, try it.

Likewise, when facing a life that is always successful, happy, sufficient, we are also living our destiny like this, so that Islamically we are protected from being arrogant, that is, as if success is due to our intelligence and tenacity, it is not. Everything happens because of Allah's permission. Don't let us be destined to be ungrateful and arrogant people. Just like that, God willing, we will limit the discussion, hopefully this little bit can benefit us all.

Popular Posts