'cookieChoices = {};' Nasihat Islami Untuk Kesehatan Jiwa dan Raga.

Wednesday, March 19, 2025

Biasakan mengucapkan "Subhanakallahumma wa bihamdika, ....." ( Bagian 2 )

 





GAMIS TWIL ORY MASAKINI/ELEGANT TERLARIS

Ada kalanya kita merasa telah berbuat baik, namun tanpa sadar, ada hati yang terluka karenanya. Ada saat ketika kita berniat menolong, tetapi justru membuat seseorang merasa direndahkan. Ada pula momen di mana kita yakin telah berada di jalan yang benar, namun di hadapan Allah, niat kita ternyata telah melenceng.


Sebaliknya, ada kejadian di mana kita merasa telah melakukan kesalahan besar, tetapi justru kesalahan itulah yang membuka mata kita dan orang lain. Ada saat ketika kita menyesali kata-kata yang terucap, tetapi ternyata justru kalimat itulah yang menjadi pemantik perubahan dalam hidup seseorang.


Pernahkah kita menyampaikan nasihat dengan maksud baik, tetapi kata-kata kita malah melukai hati orang lain?

Pernahkah kita membantu seseorang, namun di baliknya terselip rasa bangga yang tak kita sadari?

Pernahkah kita berkata jujur, tetapi kejujuran itu justru menyakiti tanpa perlu?

Pernahkah kita memilih diam demi menjaga diri, tetapi diam itu malah disalahartikan sebagai sikap tak peduli?

Pernahkah kita mengambil jalan yang keliru, tetapi ternyata jalan itu justru mendekatkan kita kepada Allah?


Sering kali, manusia terperangkap dalam persepsi tentang kebaikan dan keburukan. Apa yang kita anggap baik belum tentu diridai Allah dan diterima dengan baik oleh manusia. Sebaliknya, sesuatu yang tampak buruk bisa jadi merupakan jalan yang mengantarkan kita pada kebaikan sejati.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ.

Rasulullah ﷺ membaca dzikir ini setelah setiap shalat, majelis, bahkan setelah membaca Al-Qur'an, sebagai penyempurna dan penghapus kekhilafan.


Maka, siapa kita jika merasa semua yang kita lakukan sudah pasti benar?

Siapa kita jika merasa bahwa ucapan kita selalu membawa manfaat?

Siapa kita jika merasa bahwa amal kita sudah cukup tanpa memohon ampunan kepada Allah?


  • Mungkin kita pernah berkata dengan niat baik, tetapi menyinggung hati orang lain.
  • Mungkin kita pernah membantu seseorang, tetapi dalam hati terselip rasa bangga.
  • Mungkin kita pernah beribadah dengan penuh kekhusyukan, tetapi tanpa sadar ada perasaan lebih baik dari yang lain.


Dzikir ini mengajarkan kita untuk mengakhiri setiap amalan dengan kesadaran bahwa kita tidak sempurna. Bahwa ada yang luput dari niat kita. Bahwa ada yang mungkin salah dalam tindakan kita.


Dan hanya dengan memohon ampunan kepada Allah, amal kita akan diterima dengan sempurna.

Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu 'anha:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: مَا جَلَسَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ مَجْلِسًا قَطُّ، وَلَا تَلَا قُرْآنًا، وَلَا صَلَّى صَلَاةً، إِلَّا خَتَمَ ذَٰلِكَ بِكَلِمَاتٍ. فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَرَأَيْتَ كَلِمَاتٍ تَقُولُهُنَّ؟ قَالَ: نَعَمْ، مَنْ قَالَ خَيْرًا خُتِمَ لَهُ طَابِعٌ عَلَى ذَٰلِكَ، وَمَنْ قَالَ شَرًّا كُنَّ لَهُ كَفَّارَةً: سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ."

(HR. Muslim No. 484 dan Abu Dawud No. 4850)


Mari kita renungi:

Jika Rasulullah ﷺ yang telah dijamin surga saja selalu menutup amal dengan istighfar, bagaimana dengan kita?


  • Jangan biarkan kebaikan yang kita lakukan berubah menjadi dosa karena sombong. 

  • Jangan biarkan ibadah kita kehilangan ruh karena merasa cukup. 

  • Jangan biarkan perkataan kita melukai tanpa sadar.


Maka, setiap selesai berbuat, akhirilah dengan istighfar dan tobat. Agar amal yang kita lakukan benar-benar diterima oleh Allah.

Subhanakallahumma wa bihamdika, asyhadu alla ilaha illa anta, astaghfiruka wa atubu ilaik.



Menyempurnakan Amal dengan Kesadaran dan Istighfar

Kehidupan ini penuh dengan warna: ada kebaikan yang kita niatkan dengan tulus, tetapi mungkin melukai. Ada kesalahan yang kita sesali, tetapi justru menjadi jalan menuju perbaikan. Ada kebanggaan dalam beribadah, yang tanpa sadar justru menjauhkan kita dari keikhlasan.

Maka, bagaimana kita bisa memastikan bahwa setiap langkah yang kita ambil benar-benar baik di sisi Allah?

Di sinilah pentingnya kesadaran—kesadaran bahwa manusia tidak luput dari kekhilafan. Dan kesadaran ini harus disertai dengan istighfar dan tobat agar amal yang kita lakukan menjadi sempurna di hadapan Allah ﷻ.


Kapan Dzikir Ini Sebaiknya Dibaca?

Setelah Majelis → Agar segala perkataan yang kurang baik dalam pertemuan itu diampuni oleh Allah.


  • Setelah Shalat → Sebagai bentuk penyempurnaan ibadah.


  • Setelah Membaca Al-Qur’an → Memohon agar bacaan kita benar-benar membawa manfaat dan berkah.


  • Sebelum Tidur → Agar hari yang telah kita lalui ditutup dengan istighfar, siapa tahu itu hari terakhir kita di dunia.


Kesimpulan: Jangan Pernah Merasa Cukup


Jangan merasa bahwa ibadah kita sudah cukup, bahwa kebaikan kita sudah sempurna, atau bahwa amal kita sudah pasti diterima. Jika Rasulullah ﷺ yang sudah dijamin masuk surga saja masih terus beristighfar, bagaimana dengan kita?


Setiap amal, sekecil apa pun, bisa bernilai besar atau bisa sia-sia tergantung pada niat, cara, dan penyempurnaannya.


Maka mari kita biasakan:

Subhanakallahumma wa bihamdika, asyhadu alla ilaha illa anta, astaghfiruka wa atubu ilaik.

Agar setiap langkah kita selalu ditutup dengan kesadaran, istighfar, dan permohonan tobat.

Semoga Allah menerima amal kita, mengampuni kesalahan kita, dan menjadikan kita termasuk orang-orang yang senantiasa sadar bahwa hanya dengan rahmat-Nya lah kita bisa selamat.

Aamiin ya Rabbal ‘alamin.

Sunday, March 16, 2025

Biasakan mengucapkan "Subhanakallahumma wa bihamdika, ....." ( Bagian 1 )

 


Ketika Kebaikan Melukai, Ketika Keburukan Dapat Diterima.

Ada saat di mana kita merasa telah berbuat baik, tapi ternyata ada hati yang terluka karenanya. Ada saat di mana kita mengira sedang menolong, tapi justru membuat orang merasa terhina. Ada saat di mana kita merasa sudah benar, tapi di hadapan Allah, niat kita berbelok arah.


Sebaliknya, ada juga saat di mana kita merasa telah melakukan kesalahan besar, tapi justru itulah yang menyadarkan kita dan orang lain. Ada saat di mana kita menyesali kata-kata yang pernah keluar, tetapi ternyata justru kalimat itulah yang membuka pintu perubahan bagi seseorang.


Pernahkah kita menasihati seseorang dengan niat baik, tetapi kata-kata kita justru menjadi pisau tajam yang menyakiti hatinya?

Pernahkah kita membantu orang lain, tetapi setelahnya muncul perasaan sombong yang tidak kita sadari?

Pernahkah kita berbicara jujur, tetapi kejujuran itu malah melukai tanpa perlu?

Pernahkah kita diam untuk menjaga diri, tetapi justru diam kita dianggap sebagai pengabaian?

Pernahkah kita memilih jalan yang salah dalam hidup, tetapi justru itu yang membawa kita lebih dekat kepada Allah?


Manusia sering kali terjebak dalam ilusi tentang kebaikan dan keburukan. Apa yang kita anggap baik, belum tentu diterima baik oleh Allah dan manusia. Apa yang kita anggap buruk, bisa jadi adalah jalan yang justru membawa kita pada kebaikan sejati.


Lalu, di mana letak keseimbangan itu?


Di sinilah kita perlu merenung. Bahwa amalan bukan hanya soal apa yang kita lakukan, tetapi juga bagaimana kita melakukannya, kepada siapa, kapan, dan dengan hati seperti apa.


  • Kebaikan yang disampaikan dengan keangkuhan bisa menjadi racun.
  • Kejujuran tanpa kebijaksanaan bisa berubah menjadi pedang yang menusuk.
  • Diam yang salah tempat bisa menyakiti lebih dari kata-kata.

Keburukan yang membuat seseorang kembali kepada Allah, bisa lebih baik daripada kebaikan yang melahirkan kesombongan.


Maka sebelum berbuat, tanyakan pada hati kita:

"Apakah ini benar di mata Allah? Apakah ini baik di hati manusia? Apakah ini akan menjadi penyesalan di akhirat?"


Karena di akhirat, bukan hanya perbuatan yang akan dihisab.

Niat, cara, dan akibatnya pun akan ditimbang.


Merenungi Setiap Langkah:

Kebaikan, Keburukan, dan Timbangan di Akhirat


Kita sering menganggap bahwa kebaikan selalu membawa kebaikan, dan keburukan pasti berujung buruk. Tapi kenyataan hidup sering kali lebih kompleks dari itu. Ada kebaikan yang melukai, ada kejujuran yang menyakitkan, ada niat baik yang berubah menjadi bencana. Sebaliknya, ada keburukan yang akhirnya menyadarkan, ada kesalahan yang justru membawa seseorang kembali ke jalan yang benar.


Di sinilah pentingnya merenungi setiap langkah yang kita ambil. Apa yang kita lakukan bukan hanya soal benar atau salah menurut manusia, tetapi bagaimana hal itu akan dipandang oleh Allah ﷻ. Rasulullah ﷺ mengajarkan kepada kita dzikir sebagai perisai, pengingat, sekaligus penyempurna dari setiap amalan yang kita lakukan.


Salah satu dzikir yang diajarkan oleh Rasulullah ﷺ untuk menutup setiap majelis, setiap bacaan Al-Qur’an, dan bahkan setiap shalat adalah:


سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ


"Subhanakallahumma wa bihamdika, asyhadu alla ilaha illa anta, astaghfiruka wa atubu ilaik."


Dzikir ini bukan sekadar lafaz, tetapi sebuah renungan dan pengakuan:

"Subhanakallahumma wa bihamdika" → Aku mengakui bahwa Engkau, ya Allah, Mahasuci dari segala kekurangan, dan aku memuji-Mu atas segala nikmat yang Engkau berikan.


"Asyhadu alla ilaha illa anta" → Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau. Segala yang kulakukan, mestinya hanya untuk-Mu.


"Astaghfiruka wa atubu ilaik" → Aku memohon ampun dan bertobat kepada-Mu atas kesalahan yang kusadari maupun yang tidak kusadari.



Popular Posts