'cookieChoices = {};' Nasihat Islami Untuk Kesehatan Jiwa dan Raga.: PemimpinAdil
Showing posts with label PemimpinAdil. Show all posts
Showing posts with label PemimpinAdil. Show all posts

Sunday, March 23, 2025

Jadilah Pemimpin untuk Semua Rakyatnya



Pemimpin untuk Semua Rakyat: Amanah Besar yang Akan Dimintai Pertanggungjawaban

Pengantar

Dalam sistem demokrasi, seorang pemimpin yang terpilih bukan hanya untuk kelompok atau partainya sendiri, tetapi untuk seluruh rakyatnya, baik yang memilihnya maupun yang tidak. Kepemimpinan adalah amanah besar yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah.

Seorang pemimpin harus berbicara dengan hati-hati, tidak boleh mengeluarkan kata-kata yang menyakiti rakyatnya, terutama mereka yang berbeda pandangan. Ia juga harus menepati janjinya, karena janji yang tidak ditepati adalah tanda kemunafikan. Selain itu, pemimpin harus memiliki kesadaran agama agar ia selalu ingat bahwa setiap kebijakan dan keputusannya diawasi oleh Allah dan akan menjadi saksi di hari kiamat.

Allah telah mengingatkan dalam QS. Fussilat: 21 bahwa di akhirat nanti, anggota tubuh manusia sendiri akan menjadi saksi atas perbuatan yang telah dilakukan di dunia:

وَقَالُوا لِجُلُودِهِمْ لِمَ شَهِدتُّمْ عَلَيْنَا ۖ قَالُوا أَنطَقَنَا ٱللَّهُ ٱلَّذِىٓ أَنطَقَ كُلَّ شَىْءٍۢ وَهُوَ خَلَقَكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍۢ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
"Dan mereka berkata kepada kulit mereka, 'Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?' Kulit mereka menjawab, 'Allah yang telah menjadikan segala sesuatu berbicara telah menjadikan kami berbicara; dan Dia telah menciptakan kamu pada kali yang pertama, dan hanya kepada-Nya kamu dikembalikan.'" (QS. Fussilat: 21)

Ayat ini menjadi peringatan bagi semua, termasuk para pemimpin, bahwa tidak ada yang bisa disembunyikan di hadapan Allah. Jika seorang pemimpin berkhianat dalam amanahnya, menzalimi rakyatnya, atau tidak menepati janjinya, maka kelak bukan hanya rakyat yang menjadi saksi, tetapi juga tubuhnya sendiri.


1. Hidup Ini Singkat, Jangan Sia-Siakan Amanah

Rasulullah ﷺ telah mengingatkan bahwa umur umatnya rata-rata tidak lebih dari 60-70 tahun, dan hanya sedikit yang lebih dari itu.

أَعْمَارُ أُمَّتِي مَا بَيْنَ السِّتِّينَ إِلَى السَّبْعِينَ، وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ
"Umur umatku antara 60 hingga 70 tahun, dan sedikit yang melebihi itu." (HR. Tirmidzi & Ibnu Majah)

Mati bisa datang kapan saja, tidak perlu menunggu tua. Maka, bagi para pemimpin, jangan terlena dengan jabatan. Jangan sombong hanya karena terpilih, jangan merasa kebal hukum, jangan mengkhianati rakyat, karena semuanya akan dipertanggungjawabkan di akhirat.

إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ
"Sesungguhnya Allah tidak akan menzalimi (walau) seberat dzarrah (atom)." (QS. An-Nisa: 40)

Setiap keputusan pemimpin, sekecil apa pun, akan dicatat oleh Allah. Jangan sampai saat ajal datang, yang tersisa hanyalah penyesalan tanpa kesempatan kembali.


2. Kepemimpinan adalah Amanah, Bukan Hak Istimewa

Islam mengajarkan bahwa kepemimpinan adalah amanah besar, bukan sekadar jabatan atau kekuasaan. Allah berfirman:

إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا ٱلْأَمَـٰنَـٰتِ إِلَىٰٓ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحْكُمُوا۟ بِٱلْعَدْلِ
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil." (QS. An-Nisa: 58)

Seorang pemimpin harus berpihak kepada keadilan, bukan kepada kepentingan kelompoknya sendiri. Rasulullah ﷺ bersabda:

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya." (HR. Bukhari & Muslim)

Maka, seorang pemimpin harus selalu berpikir jauh ke depan: apakah kebijakannya sudah benar di mata Allah? Apakah rakyatnya merasakan keadilan? Ataukah justru ada yang tertindas karena kebijakannya?


3. Jangan Ingkar Janji, Itu Tanda Kemunafikan

Pemimpin yang berjanji tetapi tidak menepatinya bukan hanya merugikan rakyat, tetapi juga memiliki tanda-tanda kemunafikan.

Rasulullah ﷺ bersabda:

آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
"Tanda orang munafik ada tiga: jika berbicara ia berdusta, jika berjanji ia mengingkari, dan jika diberi amanah ia berkhianat." (HR. Bukhari & Muslim)

Allah juga mengingatkan:

يَا أَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ ۝ كَبُرَ مَقْتًا عِندَ ٱللَّهِ أَن تَقُولُوا۟ مَا لَا تَفْعَلُونَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Sangat dibenci di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan." (QS. As-Saff: 2-3)

Maka, pemimpin harus berhati-hati dalam membuat janji dan berusaha sekuat tenaga untuk menepatinya. Jika terdapat kendala dalam pelaksanaannya, ia harus transparan kepada rakyat dan mencari solusi terbaik.


4. Jaga Ucapan: Jangan Menyakiti Rakyat

Seorang pemimpin harus berbicara dengan bijak, tidak boleh merendahkan atau menyakiti rakyatnya.

Allah berfirman:

وَقُل لِّعِبَادِى يَقُولُوا۟ ٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ
"Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, 'Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik.'" (QS. Al-Isra: 53)

Rasulullah ﷺ juga bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
"Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam." (HR. Bukhari & Muslim)

Pemimpin harus selalu menggunakan kata-kata yang menyejukkan, bukan memecah belah rakyatnya.


Kesimpulan

Hidup ini singkat, jangan sia-siakan amanah.
Pemimpin adalah amanah besar, dan setiap kebijakannya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.
Jangan ingkar janji, karena itu adalah tanda kemunafikan.
Berbicaralah dengan hati-hati, jangan sampai menyakiti rakyat.
Semua perbuatan akan menjadi saksi di akhirat (QS. Fussilat: 21).

Wallahu a'lam bish-shawab.




Friday, March 21, 2025

Menjaga Amanah Kepemimpinan: "Tafakahu Qobla Antusawwadu dalam Perspektif Islam"

 



PAKET BUNDLING HEMAT SARUNG KOKO - SARKO KOBATA -
SET SARUNG DAN BAJU KOKO KOBATA LENGAN PANJANG


Kepemimpinan dalam Islam bukanlah sekadar posisi, tetapi amanah besar yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Ungkapan "تَفَقَّهُوا قَبْلَ أَنْ تُسَوَّدُوا" (Tafakahu qobla antusawwadu), yang berarti "Mencari kepahamanlah (berilmu) sebelum kalian menjadi pemimpin," menegaskan pentingnya ilmu sebelum seseorang memegang jabatan.


Namun, di era modern, fenomena politik sering kali berbanding terbalik dengan nilai-nilai ini. Jabatan dikejar dengan biaya besar, dan kepentingan pribadi lebih diutamakan daripada kesejahteraan rakyat. Islam menekankan bahwa kepemimpinan adalah tanggung jawab yang berat, bukan sekadar prestise atau alat untuk mempertahankan kekuasaan.


Lalu, bagaimana cara mengembalikan esensi kepemimpinan dalam Islam? Artikel ini akan mengupas urgensi ilmu sebelum kepemimpinan serta langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menjaga keadilan dan amanah dalam bernegara.


Ungkapan "تَفَقَّهُوا قَبْلَ أَنْ تُسَوَّدُوا" (tafakahu qobla antusawwadu) yang berarti "Mencari kepahamanlah  ( berilmulah ) sebelum kalian menjadi pemimpin" sering dikaitkan dengan nasihat untuk mencari ilmu sebelum memegang jabatan kepemimpinan. Namun, setelah menelusuri sumber-sumber hadis yang tersedia, tidak ditemukan riwayat langsung dari Nabi Muhammad ﷺ yang menyebutkan ungkapan tersebut. Kemungkinan, ini adalah perkataan dari sahabat atau ulama terdahulu yang menekankan pentingnya ilmu sebelum memegang amanah kepemimpinan.


Dalam konteks Indonesia saat ini, fenomena individu yang secara terbuka mencalonkan diri sebagai pemimpin, bahkan dengan mengeluarkan biaya besar, menjadi perhatian. Hal ini menunjukkan bahwa ambisi untuk mendapatkan jabatan dapat mengesampingkan nilai-nilai keikhlasan dan amanah yang diajarkan dalam Islam. Islam menekankan bahwa jabatan adalah amanah yang harus diemban dengan penuh tanggung jawab dan keikhlasan, bukan untuk dikejar demi kepentingan pribadi.


Oleh karena itu, penting bagi kita untuk selalu mengedepankan ilmu dan kefahaman sebelum menerima atau mengejar jabatan, serta menjaga niat agar tetap ikhlas dalam berkhidmat kepada masyarakat sesuai dengan tuntunan Islam.

Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa kekuasaan telah menjadi alat untuk mempertahankan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, bukan lagi sebagai amanah untuk kesejahteraan rakyat. Dalam Islam, kepemimpinan adalah tanggung jawab yang berat, dan penyalahgunaannya akan membawa kehancuran, baik di dunia maupun di akhirat.


Langkah-Langkah Mengatasi Situasi Ini


Menyebarkan Kesadaran dan Pendidikan Politik Islami

Rakyat perlu memahami hak dan kewajiban mereka dalam bernegara. Kesadaran ini bisa dibangun melalui dakwah, literasi politik Islami, serta pendidikan mengenai keadilan dan kepemimpinan yang benar.


Menguatkan Peran Ulama dan Tokoh Masyarakat

Ulama dan tokoh masyarakat harus berani berbicara dan memberi nasihat kepada penguasa dengan hikmah dan kebenaran, sebagaimana Nabi Muhammad ﷺ bersabda:


أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ حَقٍّ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ

"Jihad yang paling utama adalah mengatakan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim."

(HR. Abu Dawud No. 4344, Tirmidzi No. 2174)


Membangun Kekuatan Rakyat dengan Kebersamaan

Jika rakyat tercerai-berai, maka mereka mudah dikendalikan oleh penguasa yang zalim. Namun, jika mereka bersatu dengan niat yang benar, perubahan dapat terjadi. Persatuan ini harus dibangun atas dasar nilai-nilai kebenaran dan keadilan, bukan sekadar kepentingan politik semata.


Menggunakan Saluran Hukum yang Masih Ada

Jika masih ada lembaga hukum yang bisa digunakan untuk melawan ketidakadilan, maka jalur tersebut harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Sekalipun sistem hukum telah dilemahkan, tetap ada kemungkinan untuk menuntut perubahan melalui jalur yang sah.


Bersabar dan Tetap Istiqamah dalam Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Dalam situasi sulit, tetap berdakwah dan menyuarakan kebenaran adalah kunci. Allah berfirman:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksa-Nya."

(QS. Al-Ma’idah: 2)


Memohon Pertolongan Allah dengan Doa dan Kesabaran

Sejarah menunjukkan bahwa penguasa zalim tidak akan bertahan selamanya. Kita harus tetap berdoa agar Allah menggantikan mereka dengan pemimpin yang lebih baik, sebagaimana doa yang diajarkan Rasulullah ﷺ:


اللَّهُمَّ وَلِّ أُمُورَنَا خِيَارَنَا وَلَا تُوَلِّ أُمُورَنَا شِرَارَنَا

"Ya Allah, jadikanlah pemimpin kami orang-orang yang terbaik di antara kami, dan jangan jadikan pemimpin kami orang-orang yang terburuk di antara kami."


Kesimpulan

Kezaliman penguasa bukanlah sesuatu yang baru dalam sejarah, tetapi Islam mengajarkan cara menghadapinya dengan hikmah. Kesadaran, pendidikan, persatuan, dan keberanian untuk menyuarakan kebenaran adalah kunci utama. Sementara itu, doa dan ketakwaan harus terus dipupuk agar Allah menolong umat dari situasi yang sulit ini.

Semoga Allah menjaga negeri ini dan menggantikan pemimpin yang zalim dengan yang lebih baik. Aamiin.

Popular Posts