Tangisan yang Menggetarkan: Saat Nabi Muhammad ﷺ Wafat
Kehidupan Rasulullah ﷺ adalah cahaya bagi umat manusia. Beliau bukan hanya seorang nabi dan rasul, tetapi juga teladan yang membawa kasih sayang, pengorbanan, dan kebenaran. Tidak ada manusia yang lebih dicintai oleh para sahabat dibandingkan beliau. Maka, ketika kabar wafatnya Rasulullah ﷺ tersiar, seluruh Madinah diliputi kesedihan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.
Kesedihan yang Menggetarkan Hati
Hari Senin, 12 Rabiul Awal tahun ke-11 Hijriah menjadi hari yang paling kelam bagi umat Islam. Rasulullah ﷺ menghembuskan napas terakhir di pangkuan istrinya, ‘Aisyah r.a. Saat itu, beliau mengucapkan kalimat:
"اللَّهُمَّ الرَّفِيقَ الأَعْلَى"
"Ya Allah, (pertemukan aku dengan) Ar-Rafiq Al-A‘la (teman yang Maha Tinggi)."
Tangisan pun pecah di rumah Rasulullah ﷺ. Para sahabat terdiam, sulit menerima kenyataan bahwa utusan Allah yang mereka cintai kini telah tiada.
Umar bin Khattab yang Tak Percaya
Umar bin Khattab r.a. yang dikenal tegas dan pemberani bahkan sempat tak percaya dengan kabar wafatnya Rasulullah ﷺ. Ia berkata dengan suara lantang:
"Barang siapa berkata Muhammad telah wafat, akan kupenggal dengan pedangku! Sesungguhnya beliau hanya pergi menemui Tuhannya, sebagaimana Musa bin Imran yang pergi dan kembali setelah empat puluh malam."
Begitu besar cinta dan rasa kehilangan hingga Umar tak sanggup menerima kenyataan tersebut.
Abu Bakar Menenangkan Umat
Namun, Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a., sahabat yang paling dekat dengan Rasulullah ﷺ, segera menenangkan umat. Ia masuk ke kamar ‘Aisyah r.a., membuka kain penutup wajah Rasulullah ﷺ, lalu menciumnya seraya berkata:
"Demi ayah dan ibuku sebagai tebusanmu, engkau indah saat hidup dan indah pula saat wafat."
Kemudian Abu Bakar keluar menemui kaum Muslimin yang diliputi kebingungan, lalu berkata dengan suara yang tegar namun penuh air mata:
"Barang siapa di antara kalian yang menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad telah wafat. Tetapi barang siapa yang menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Hidup dan tidak akan pernah mati."
Lalu beliau membaca firman Allah ﷻ:
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ ۚ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۚ أَفَإِيْن مَّاتَ أَوْ قُتِلَ انقَلَبْتُمْ عَلٰى أَعْقَابِكُمْ ۗ وَمَن يَنقَلِبْ عَلٰى عَقِبَيْهِ فَلَن يَضُرَّ اللَّهَ شَيْـًٔا ۗ وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ
(Ali ‘Imran: 144)
Artinya:
"Muhammad itu hanyalah seorang rasul. Sungguh, telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh, kalian akan berbalik ke belakang? Barang siapa berbalik ke belakang, maka dia tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun. Dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur."
Ayat ini meneguhkan hati para sahabat. Mereka tersadar bahwa perjuangan Islam tidak berhenti dengan wafatnya Rasulullah ﷺ.
Hikmah di Balik Tangisan
Tangisan pada hari wafatnya Rasulullah ﷺ adalah tangisan cinta, kehilangan, dan kerinduan. Namun sekaligus menjadi pengingat bahwa kehidupan dunia ini sementara, sedangkan Allah ﷻ adalah Zat yang kekal.
Wafatnya Rasulullah ﷺ juga menegaskan bahwa agama ini tidak bergantung pada sosok, tetapi mo pada ajaran yang beliau bawa. Islam terjaga hingga akhir zaman.
Penutup
Setiap kali kita mengenang wafatnya Rasulullah ﷺ, hati ini bergetar. Kita seakan mendengar tangisan para sahabat yang ditinggalkan. Namun, dari peristiwa itu kita belajar untuk meneguhkan iman: bahwa hanya Allah ﷻ yang kekal, dan tugas kita adalah melanjutkan risalah Nabi dengan amal saleh.
Semoga Allah ﷻ mengaruniakan kita hati yang selalu rindu kepada Rasulullah ﷺ, hingga kelak bisa berkumpul bersama beliau di surga-Nya.
اللَّهُمَّ اجْمَعْنَا بِرَسُولِكَ فِي الْجَنَّةِ
"Ya Allah, kumpulkanlah kami bersama Rasul-Mu di surga."