Secara
Islami kita sangat perhatian masalah hidayah, karena secara dalil hidayah itu
datangnya dari Allah. Allah telah memberi ketentuan bahwa barang siapa yang
Allah menghendaki seseorang mendapat hidayah atau petunjuk, maka Allah akan
melapangkan hati nya untuk menerima Islam. Sebaliknya Allah tidak menghendaki
seseorang dapat hidayah maka hatinya akan sempit dalam menerima Islam,
digambarkan orang itu seakan-akan disuruh naik kelangit.
Hidayah
yang dimaksud adalah nikmat berupa keimanan yang diberikan oleh Allah kepada
individu manusia.
Semua orang Islam berdoa antara lain yang sangat sering dibaca:
رَبَّنَآ اٰتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَّفِى
الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَّقِنَا عَذَابَ النَّارِ ٢٠١
“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta
lindungilah kami dari azab neraka.”
Itu artinya apa, orang yakin kehidupan itu ada di dunia dan ada kehidupan
akhirat.
Secara
etimologis, hidayah berarti ar-rasyaad ‘bimbingan’ dan ad-dalaalah ‘petunjuk’.
Kata ini bahkan punya keterkaitan yang erat dengan kata hadiah. Bedanya,
hidayah bersifat abstrak dan spiritual, sedangkan hadiah bersifat konkret,
material. Hidayah secara etimologi (bahasa) lawan dari al-dalālah yang
bermakna kesesatan. Hidayah itu sendiri adalah memberi petunjuk. Alquran adalah
mukjizat Islam secara etimologi lafaẓ hidayah yaitu bermakna yaitu menunjukkan,
menuntun, memberitahu jalan yang benar.
Pada umumnya, hidayah dibagi menjadi dua yakni yang pertama hidayah bayan wal irsyad
(penjelasan dan petunjuk). Hidayah ini cenderung dimiliki oleh para nabi dan
rasul. Hidayah turun kepada mereka dan mereka punya kewajiban menyampaikan dan
menjelaskan hal tersebut kepada umat yang ada bersama mereka pada saat itu.
Kemudian ada hidayah taufiq, yang merupakan hidayah yang Allah turunkan kepada
hamba-hamba Allah, siapa saja, dengan syarat punya kemauan dan kesungguhan
untuk mendapatkan hidayah Allah.
Allah menjadikan ilham dalam hati manusia untuk mengikuti jalan yang benar dan kelapangan dada untuk menerima kebenaran serta memilihnya. inilah hidayah (sempurna) yang mesti menjadikan orang yang meraihnya akan mengikuti petunjuk Allah SWT. Inilah yang disebutkan dalam firman-Nya:
{فإن الله يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ فَلا تَذْهَبْ نَفْسُكَ عَلَيْهِمْ حَسَرَاتٍ}
"Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi hidayah (taufik) kepada siapa yang dikehendaki-Nya" (QS Faathir: 8).
Contoh
dalam keluarga Nabi, kakeknya, pamannya.
Firman
Allah:
إِنَّكَ لَا
تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ ۚ وَهُوَ
أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Sesungguhnya
kamu (hai Muhammad) tidak akan dapat memberi hidayah (petunjuk) kepada orang
yang kamu cintai, tetapi Allah lah yang memberi petunjuk kepada siapa saja yang
dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima
petunjuk.” (QS. Al-Qashash : 56)
Ayat ini turun saat kematian Abu Thalib dalam keadaan ia musyrik kepada Allah. . Maka ucapan terakhir yang dikatakan oleh Abu Thalib adalah: bahwa ia tetap masih berada pada agamanya Abdul Muthalib, dan dia menolak untuk mengucapkan kalimat: “la ilaha illallah“, kemudian Rasulullah bersabda: “sungguh akan aku mintakan ampun untukmu kepada Allah, selama aku tidak dilarang”, lalu Allah menurunkan firman-Nya:
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ
وَالَّذِينَ آمَنُوا أَن يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ
“Tidak
layak bagi seorang Nabi serta orang-orang yang beriman memintakan ampunan
(kepada Allah) bagi orang-orang musyrik.” (QS. Al Bara’ah: 113).
Dan
berkaitan dengan Abu Thalib, Allah menurunkan firman-Nya:
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ
أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ ۚ
“Sesungguhnya
kamu (hai Muhammad tak bisa memberikan hidayah (petunjuk) kepada orang-orang
yang kamu cintai, akan tetapi Allah lah yang memberi petunjuk kepada orang yang
dikehendaki-Nya.” (QS. Al Qashash: 57).
Barang siapa yang dikehendaki Allah mendapat hidayah atau petunjuk, Allah akan melapangkan hati nya untuk menerima Islam. Akan tetapi barang siapa yang dikehendaki Allah tidak dapat hidayah maka hatinya akan sempit untuk menerima Islam, seakan-akan dia disuruh naik kelangit. QS. Al-An'am :125
Seperti dalam firman Allah SWT:
{وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا
كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا
بِالْحَقِّ}
"Segala puji bagi Allah yang telah memberi hidayah kami ke (Surga) ini, dan kami tidak akan mendapat hidayah (ke Surga) kalau sekiranya Allah tidak menunjukkan kami" (QS al-A’raaf: 43).
Hidayah tidak dapat dibeli, tapi ini adalah nikmat Allah yang hanya dianugerahkan kepada hamba-Nya yang dikehendaki-Nya. Namun, ada beberapa jalan yang bisa dilakukan manusia untuk mendapatkan hidayah dari Allah SWT.
Firman
Allah:
إِنَّكَ لَا
تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ ۚ وَهُوَ
أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Sesungguhnya
kamu (hai Muhammad) tidak akan dapat memberi hidayah (petunjuk) kepada orang
yang kamu cintai, tetapi Allah lah yang memberi petunjuk kepada siapa saja yang
dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima
petunjuk.” (QS. Al-Qashash : 56)
Maka ucapan terakhir yang dikatakan oleh Abu Thalib adalah: bahwa ia tetap masih berada pada agamanya Abdul Muthalib, dan dia menolak untuk mengucapkan kalimat: “la ilaha illallah“, kemudian Rasulullah bersabda: “sungguh akan aku mintakan ampun untukmu kepada Allah, selama aku tidak dilarang”, lalu Allah menurunkan firman-Nya:
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ
وَالَّذِينَ آمَنُوا أَن يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ
“Tidak
layak bagi seorang Nabi serta orang-orang yang beriman memintakan ampunan
(kepada Allah) bagi orang-orang musyrik.” (QS. Al Bara’ah: 113).
Karena apabila Nabi Muhammad ﷺ sebagai makhluk termulia
dan yang paling tinggi kedudukannya di sisi Allah, tidak dapat memberi hidayah
kepada siapapun yang beliau inginkan, maka tidak ada sembahan yang haq
melainkan Allah, yang bisa memberi hidayah kepada siapa saja yang Dia
kehendaki. Allah yang lebih tahu hakikatnya- peristiwa ini adalah peristiwa
paling menyedihkan yang dialami Rasulullah dalam hidupnya.
Memang benar,
Rasulullah banyak mengalami musibah kehilangan orang-orang yang beliau cintai.
Beliau menyaksikan dua orang istrinya wafat sebelum dirinya, Khadijah dan
Zainab bin Khuzaimah radhiallahu ‘anhuma. Satu per satu anak-anak beliau wafat
mendahului dirinya, kecuali Fatimah. Beliau juga kehilangan sahabat-sahabat
dekat semisal Hamzah bin Abdul Muthalib, Abu Salamah bin Abdul Asad, Utsman bin
Mazh’un, Saad bin Mu’adz, Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abu Thalib, dll.
Radhiallahu ‘anhum. Tapi, musibah kematian Abu Thalib berbeda. Kematian Abu
Thalib ini lebih terasa berat. Mengapa? Karena sang paman yang sangat beliau
cintai wafat dalam kekufuran. Sedangkan keluarga dan sahabat-sahabatnya tadi
wafat dalam keimanan. Beliau -dengan izin Allah- tetap akan berjumpa dengan
mereka di telaganya dan di surga kelak. Adapun Abu Thalib, perpisahan dengannya
adalah perpisahan untuk selama-lamanya.
Peristiwa
wafatnya Abu Thalib ini memberikan pesan yang dalam pada kita bahwa segala
perkara itu di tangan Allah. Dia mengetahui yang tidak kita ketahui. Dia
mengetahui mata-mata yang khianat dan apa yang tersembunyi di sanubari. Dia
tahu, mana orang yang layak mendapat hidayah.
Seseorang
itu tak hanya dipandang zahirnya, tapi batinnya jauh lebih penting. Dari Abu
Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ لَا يَنْظُرُ
إِلَى أَجْسَادِكُمْ، وَلَا إِلَى صُوَرِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى
قُلُوبِكُمْ». وَأَشَارَ بِأَصَابِعِهِ إِلَى صَدْرِهِ
“Sesungguhnya
Allah tidak melihat kepada fisik kalian, tidak juga pada tampilan kalian. Akan
tetapi ia melihat kepada hati kalian.” Nabi menunjukkan tangannya ke dada.
Orang-orang
kafir Quraisy tidak menaruh iba untuk menghormati wafatnya pembesar bani Hasyim
ini. Bahkan mereka bergembira dan menampakkan suka cita. Mereka berkumpul
mengunakan kesempatan untuk semakin menyakiti Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Dalam benak mereka, sekarang Muhammad tanpa perlindungan.
Ummul
Mukminin Aisyah radhiallahu ‘anha mengatakan,
مَا زَالَتْ قُرَيْشٌ
كَاعَّةً حَتَّى تُوُفِّيَ أَبُو طَالِبٍ
“Orang-orang
Quraisy senantiasa takut dan lemah hingga wafatnya Abu Thalib.” (HR. Hakim dalam
Mustadrak 4243).
Mereka
berusaha menumpuk-numpuk derita Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Wafatnya
Abu Thalib adalah ujian berat yang dihadapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam di tahun ke-10 kenabian beliau. Di tahun ini, Nabi mengalami banyak
musibah berat. Di awal tahun, orang-orang Quraisy memboikot bani Hasyim.
Pemboikotan dimulai dari tahun ke-7 kenabian hingga ke-10. Hingga bani Hasyim
tidak memiliki sesuatu untuk dimakan. Baru saja bebas dari pemboikotan, paman
beliau wafat. Yang berat adalah, sang paman wafat dalam kekufuran. Tiga hari
kemudian, istri beliau, Khadijah, wafat. Ujian terus berdatangan. Beliau
semakin ditekan. Dan berturut-turut ujian lainnya. Termasuk ditolak berdakwah
di Thaif. Karena itu, wajar tahun ini disebut tahun kesedihan.
Nasihat
dan saran mengingat hidayah yang diberikan Allah pada masing-masing sebagai manusia,
maka bagaimana baiknya kita menyikapi nasehat hidayah, utamanya untuk diri kita
masing-masing dan keluarga. Kita orang yakin kehidupan itu dunia dan kehidupan
akhirat, itu haq, pasti terjadi. Kita pun meyakini kalau sorga itu haq pasti
akan ditemui, dan neraka itu haq, pasti akan keberadaannya. Kehidupan dunia
kehidupan yang fana tempatnya cobaan, untuk menentukan kehidupan akhirat kita.
Sebagai orang Islam kita selalu berdoa, “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan
di dunia dan kebaikan di akhirat serta lindungilah kami dari azab neraka.”
Untuk
mencapai itu semua di dunia bahagia dan akhirat bahagia artinya masuk sorga,
cara yang ditempuh dalam mengisi hidup di dunia kita harus berusaha mendekatkan
diri pada Allah. Caranya, adalah dengan Taqorrub ilallah, yaitu lewat.
Kesungguhan niat mendekatkan diri pada Allah. Mengerjakan kewajiban-kewajiban
ibadah dengan tertib. Memperbanyak sholat sunnah, puasa sunnah, dan
shodaqoh. Membaca Al-Quran dengan mengerti maknanya. Berdoa dan sholat
pada sepertiga malam yang akhir (qiyamullail). Banyak dzikir kepada Allah.
Sabar keporo ngalah , menahan hawa nafsu dan menjadikan syaitan sebagai musuh.
Menjauhi dosa besar dan tidak meremehkan dosa kecil. Menjaga pergaulan,
menghindari ahli maksiat. Memperbanyak istighfar dan taubat kepada Allah, tobat
berarti berpindah dari hal yang kurang baik menuju ke kehidupan dengan penuh
keimanan Allah SWT, dan taubat dalam arti sesungguhnya.
Demikianlah, pemahaman hidayah itu dari Allah, mudah-mudahan saja bermanfaat dan barokah..
Sumber :
ganaislamika.com
bincangsyariah.com
muslim.or.id
kompasiana.com
quran.kemenag.go.id
youtube.com/watch?v=gQ_d-jLXdLM
QS. Thaha : 50
QS. Al-Baqarah: 5
QS. Fatir :4
QS Al-An'am: 125
QS. Al-A'raf:178
QS Fushshilat: 17
QS Al-A’raaf: 43
QS. Al Qashash: 57
QS Asy-Syura : 52