'cookieChoices = {};' Nasihat Islami Untuk Kesehatan Jiwa dan Raga.: keutamaan puasa
Showing posts with label keutamaan puasa. Show all posts
Showing posts with label keutamaan puasa. Show all posts

Wednesday, March 26, 2025

Mempertahankan kebiasaan Baik setelah Ramadhan.

 


Mempertahankan Kebiasaan Baik setelah Ramadhan

Jangan biarkan semangat ibadah hanya bertahan di bulan ini. Jadikan Ramadhan sebagai titik awal perubahan hidup yang lebih baik.

Bulan Ramadhan telah mengajarkan kita banyak hal—kesabaran, ketakwaan, dan kedisiplinan dalam beribadah. Namun, tantangan sesungguhnya datang setelah Ramadhan berakhir: mampukah kita mempertahankan kebiasaan baik yang telah kita bangun? Jangan biarkan semangat ibadah hanya menjadi kenangan Ramadhan, tetapi jadikan sebagai awal perubahan hidup yang lebih baik.

1. Melanjutkan Puasa Sunnah

Salah satu cara untuk menjaga kedekatan dengan Allah setelah Ramadhan adalah dengan melanjutkan puasa sunnah. Rasulullah ﷺ bersabda:

"Barang siapa berpuasa Ramadan, kemudian diikuti dengan enam hari di bulan Syawal, maka pahalanya seperti berpuasa sepanjang tahun." (HR. Muslim)

Selain puasa Syawal, ada juga puasa Senin-Kamis, puasa Ayyamul Bidh (tanggal 13, 14, 15 bulan Hijriyah), dan puasa Daud yang sangat dianjurkan.

2. Menjaga Shalat Malam (Qiyamul Lail)

Di bulan Ramadhan, kita terbiasa melaksanakan shalat tarawih dan qiyamul lail. Jangan biarkan kebiasaan ini berhenti hanya karena Ramadhan telah usai. Allah berfirman:

"Dan pada sebagian malam, shalat tahajudlah kamu sebagai ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji." (QS. Al-Isra’: 79)

Shalat tahajud dan witir bisa tetap kita lakukan meskipun hanya beberapa rakaat. Keutamaannya sangat besar, terutama dalam memperkuat hati dan jiwa.

3. Menjaga Hubungan dengan Al-Qur'an

Selama Ramadhan, kita berusaha membaca dan mentadabburi Al-Qur'an lebih banyak. Jangan biarkan kebiasaan ini berhenti. Rasulullah ﷺ bersabda:

"Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya." (HR. Bukhari)

Cobalah untuk tetap membaca Al-Qur’an setiap hari, meskipun hanya beberapa ayat. Lebih baik lagi jika kita memahami maknanya dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

4. Konsisten dalam Bersedekah

Ramadhan adalah bulan berbagi, di mana kita banyak bersedekah dan membantu sesama. Kebiasaan ini tidak seharusnya berhenti setelah Ramadhan. Rasulullah ﷺ bersabda:

"Sedekah itu dapat menghapus dosa sebagaimana air memadamkan api." (HR. Tirmidzi)

Bersedekah bisa dalam bentuk uang, tenaga, ilmu, atau sekadar senyuman dan kebaikan kepada sesama.

5. Menjaga Lisan dan Hati

Di bulan Ramadhan, kita belajar menahan diri dari berkata buruk, bergunjing, dan marah. Setelah Ramadhan, kita harus tetap menjaga lisan agar tidak menyakiti orang lain. Rasulullah ﷺ bersabda:

"Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam." (HR. Bukhari dan Muslim)

Selain itu, menjaga hati dari penyakit seperti iri, sombong, dan dendam juga sangat penting untuk kesehatan jiwa.

Kesimpulan

Ramadhan bukan akhir dari perjalanan ibadah kita, tetapi awal dari perubahan menuju kehidupan yang lebih baik. Dengan mempertahankan kebiasaan baik seperti puasa sunnah, shalat malam, membaca Al-Qur’an, bersedekah, dan menjaga lisan, kita bisa terus meraih keberkahan sepanjang tahun.

Semoga Allah memberi kita keistiqamahan dalam menjalankan amal shalih dan menjadikan kita hamba yang lebih baik setelah Ramadhan. Aamiin.


Menyambut Idul Fitri

 


Menyambut Idul Fitri dengan Jiwa yang Bersih

Idul Fitri bukan hanya tentang baju baru, tetapi tentang hati yang kembali suci

Idul Fitri adalah hari kemenangan bagi setiap Muslim yang telah menjalani ibadah puasa dengan penuh keikhlasan. Namun, kemenangan sejati bukanlah sekadar merayakan dengan hidangan lezat atau pakaian baru, melainkan kembalinya hati yang bersih dan jiwa yang suci.

Makna Idul Fitri yang Sesungguhnya

Kata Idul Fitri bermakna kembali kepada fitrah, yaitu keadaan suci seperti saat kita pertama kali diciptakan. Rasulullah ﷺ bersabda:

"Barang siapa yang berpuasa Ramadan dengan iman dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim)

Puasa Ramadan bukan hanya menahan lapar dan dahaga, tetapi juga membersihkan hati dari sifat buruk seperti dengki, sombong, dan dendam. Oleh karena itu, setelah Ramadan berlalu, kita tidak boleh kembali kepada kebiasaan buruk yang merusak kebersihan hati.

Tiga Kunci Menyambut Idul Fitri dengan Jiwa yang Bersih

1. Memperbanyak Istighfar dan Taubat

Idul Fitri adalah momentum untuk benar-benar bersih, tidak hanya dari dosa-dosa kecil, tetapi juga dari kebiasaan yang mengotori hati. Rasulullah ﷺ mengajarkan doa:

اللهم إنك عفو تحب العفو فاعف عني
"Allahumma innaka 'afuwwun tuhibbul 'afwa fa'fu 'anni"
"Ya Allah, Engkau Maha Pemaaf dan menyukai pemaafan, maka maafkanlah aku." (HR. Tirmidzi)

Dengan istighfar dan taubat yang sungguh-sungguh, kita berharap mendapatkan pengampunan Allah sehingga jiwa kita kembali bersih.

2. Menyambung Silaturahmi dan Memaafkan Sesama

Salah satu sunnah yang dianjurkan di hari Idul Fitri adalah mempererat hubungan dengan keluarga dan sahabat. Allah berfirman:

"Maka bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara kalian." (QS. Al-Anfal: 1)

Memaafkan orang lain bukan hanya meringankan beban di hati, tetapi juga mendatangkan keberkahan dalam hidup. Jangan biarkan dendam atau sakit hati menghalangi kita dari kebahagiaan Idul Fitri yang hakiki.

3. Melanjutkan Amalan Baik Pasca-Ramadan

Puasa tidak berhenti di bulan Ramadan. Rasulullah ﷺ menganjurkan kita untuk melanjutkan puasa enam hari di bulan Syawal:

"Barang siapa berpuasa Ramadan, kemudian diikuti dengan enam hari di bulan Syawal, maka pahalanya seperti berpuasa sepanjang tahun." (HR. Muslim)

Selain puasa, menjaga kebiasaan shalat malam, membaca Al-Qur'an, dan bersedekah akan membantu kita mempertahankan kebersihan hati yang telah diperoleh selama Ramadan.

Kesimpulan

Idul Fitri bukan sekadar perayaan, tetapi titik awal kehidupan yang lebih baik. Mari kita sambut hari kemenangan ini dengan hati yang bersih, saling memaafkan, dan tetap istiqamah dalam kebaikan.

Semoga Allah menerima amal ibadah kita dan menjadikan kita hamba yang kembali kepada fitrah, dengan hati yang lebih suci dan jiwa yang lebih tenang.

Taqabbalallahu minna wa minkum.


Saturday, March 15, 2025

Menyempurnakan Keimanan dengan Menjaga Hati dan Pikiran



 Menyempurnakan Keimanan dengan Menjaga Hati dan Pikiran – Ramadhan adalah Momen Menyucikan Hati dari Penyakit-Penyakit Hati


Bulan Ramadhan adalah kesempatan bagi setiap Muslim untuk tidak hanya menahan lapar dan haus, tetapi juga membersihkan hati dan pikiran dari penyakit-penyakit hati seperti iri, dengki, sombong, dan kebencian. Rasulullah ﷺ bersabda:


إِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً، إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ

"Sesungguhnya dalam tubuh ada segumpal daging, jika ia baik maka baiklah seluruh tubuh, dan jika ia rusak maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah, itu adalah hati."

(HR. Bukhari, no. 52; Muslim, no. 1599)


Hadis ini menunjukkan bahwa hati adalah pusat kehidupan spiritual seorang Muslim. Jika hati bersih, maka perilaku dan amal ibadah pun menjadi lebih baik.


1. Membersihkan Hati dari Penyakit-Penyakit Hati


Puasa bukan hanya menahan makan dan minum, tetapi juga menahan diri dari sifat-sifat buruk yang merusak hati. Allah ﷻ berfirman:


يَوْمَ لَا يَنفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ ۝ إِلَّا مَنْ أَتَى ٱللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ

"(Yaitu) pada hari ketika harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih."

(QS. Asy-Syu’ara: 88-89)


Di bulan Ramadhan, kita harus berusaha menjaga hati agar tetap bersih dengan cara:


  • Menghindari iri dan dengki – Senantiasa bersyukur dan tidak membandingkan diri dengan orang lain.

  • Menjauhkan diri dari kebencian – Memaafkan orang lain dan tidak menyimpan dendam.

  • Menghindari kesombongan – Menyadari bahwa segala sesuatu adalah karunia Allah dan selalu rendah hati.




2. Mengendalikan Pikiran agar Tetap Positif

Pikiran yang bersih dan positif akan membawa ketenangan jiwa. Rasulullah ﷺ bersabda:


إِنَّ اللَّهَ يَكْرَهُ الْفُحْشَ وَالتَّفَحُّشَ

"Sesungguhnya Allah membenci ucapan kotor dan sikap kasar."

(HR. Tirmidzi, no. 2002; dinilai hasan oleh Al-Albani)


Selama berpuasa, kita harus lebih berhati-hati dalam menjaga pikiran dengan cara:


  • Menghindari prasangka buruk – Selalu berpikir baik terhadap sesama.

  • Menjaga pandangan – Tidak melihat sesuatu yang haram atau yang bisa menimbulkan syahwat.

  • Memperbanyak dzikir dan tadabbur Al-Qur’an – Menenangkan hati dengan mengingat Allah ﷻ.




3. Ramadhan sebagai Momen untuk Mendekatkan Diri kepada Allah


Bulan Ramadhan adalah waktu terbaik untuk memperbaiki diri. Rasulullah ﷺ bersabda:


إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ، وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ

"Ketika datang bulan Ramadhan, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu."

(HR. Bukhari, no. 1899; Muslim, no. 1079)


Ramadhan adalah kesempatan emas untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah dengan:


  • Memperbanyak ibadah – Salat malam, membaca Al-Qur’an, dan berdoa.

  • Memperbanyak sedekah – Menolong orang lain dan berbagi rezeki.

  • Memperbaiki hubungan dengan sesama – Memaafkan kesalahan orang lain dan mempererat silaturahmi.




Kesimpulan


Ramadhan adalah waktu yang tepat untuk menyucikan hati dari penyakit-penyakit hati dan mengendalikan pikiran agar tetap positif. Dengan hati yang bersih dan pikiran yang jernih, keimanan kita akan semakin kuat, dan ibadah puasa kita akan menjadi lebih bermakna. Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba yang memiliki hati yang bersih dan pikiran yang baik sehingga meraih ketakwaan yang sempurna.





Friday, March 14, 2025

Puasa Melatih Kesabaran dan Keikhlasan dalam Ibadah

 



Puasa Melatih Kesabaran dan Keikhlasan dalam Ibadah – Orang yang Sabar dalam Menjalankan Puasa Akan Mendapatkan Ganjaran Tanpa Batas


Puasa bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga melatih kesabaran dan keikhlasan dalam ibadah. Allah ﷻ berfirman:


إِنَّمَا يُوَفَّى ٱلصَّٰبِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ

"Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas."

(QS. Az-Zumar: 10)


Ayat ini menunjukkan bahwa kesabaran dalam ibadah, termasuk puasa, memiliki ganjaran yang luar biasa di sisi Allah ﷻ.


1. Puasa sebagai Latihan Kesabaran

Kesabaran terbagi menjadi tiga:


  • Sabar dalam ketaatan kepada Allah – Menjalankan ibadah dengan ikhlas, termasuk puasa.

  • Sabar dalam menjauhi maksiat – Menahan diri dari perkataan kotor, amarah, dan hawa nafsu.

  • Sabar dalam menghadapi cobaan – Tetap ridha dan tidak mengeluh saat mengalami kesulitan.


Rasulullah ﷺ bersabda:


وَالصِّيَامُ نِصْفُ الصَّبْرِ

"Puasa adalah separuh dari kesabaran."

(HR. Ibnu Majah, no. 1745; dinilai hasan oleh Al-Albani)


Saat berpuasa, kita belajar bersabar dalam menahan rasa lapar, haus, dan hawa nafsu. Ini membentuk karakter seorang mukmin yang kuat dan bertakwa.


2. Keikhlasan dalam Berpuasa


Puasa adalah ibadah yang sangat erat kaitannya dengan keikhlasan. Allah ﷻ berfirman dalam hadis qudsi:


كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ، فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ

"Setiap amal anak Adam adalah untuknya, kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku, dan Aku sendiri yang akan memberikan balasannya."

(HR. Bukhari, no. 1904; Muslim, no. 1151)


Hadis ini menunjukkan bahwa puasa memiliki kedudukan istimewa karena hanya Allah yang mengetahui keikhlasan seseorang dalam menjalaninya.


3. Ganjaran Besar bagi Orang yang Sabar Berpuasa


Rasulullah ﷺ bersabda:


إِنَّ فِي الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ

"Sesungguhnya di surga ada sebuah pintu yang disebut Ar-Rayyan. Orang-orang yang berpuasa akan masuk melaluinya pada hari kiamat, dan tidak ada seorang pun yang masuk melalui pintu itu selain mereka."

(HR. Bukhari, no. 1896; Muslim, no. 1152)


Selain itu, puasa juga menjadi penghapus dosa, sebagaimana sabda Nabi ﷺ:


مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

"Barang siapa berpuasa di bulan Ramadan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu."

(HR. Bukhari, no. 38; Muslim, no. 760)


Kesimpulan


Puasa adalah ibadah yang melatih kesabaran dan keikhlasan. Orang yang mampu bersabar dalam menjalankan puasa akan mendapatkan ganjaran tanpa batas dari Allah ﷻ. Dengan memahami keutamaan ini, semoga kita semakin semangat menjalankan puasa dengan penuh keikhlasan dan kesabaran.





Thursday, March 13, 2025

Mengendalikan Lisan dan Hawa Nafsu

 



Mengendalikan Lisan dan Hawa Nafsu – Menjaga Lisan dari Perkataan Sia-sia dan Mengendalikan Emosi adalah Bagian dari Hakikat Puasa


Puasa bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga mengendalikan lisan dan hawa nafsu. Rasulullah ﷺ bersabda:


1. Puasa Tidak Sekadar Menahan Lapar dan Dahaga

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ:

"مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ."

(رَوَاهُ البُخَارِيُّ، رقم: 1903)


"Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan mengamalkannya, maka Allah tidak butuh terhadap puasanya yang hanya meninggalkan makan dan minum."

(HR. Bukhari, no. 1903)


Hadis ini menunjukkan bahwa puasa yang sempurna bukan hanya menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga menjaga lisan dari perkataan sia-sia, dusta, dan ghibah (menggunjing).


1. Menjaga Lisan dari Perkataan Sia-Sia


Rasulullah ﷺ bersabda:


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَالَ:

"مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ."

(رَوَاهُ البُخَارِيُّ، رقم: 6018؛ وَمُسْلِم، رقم: 47)


"Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam."

(HR. Bukhari, no. 6018; Muslim, no. 47)


Saat berpuasa, kita harus lebih berhati-hati dalam berbicara. Mengucapkan perkataan yang tidak bermanfaat, mencela, atau menyakiti hati orang lain bisa mengurangi pahala puasa. Sebaliknya, memperbanyak dzikir, membaca Al-Qur’an, dan berkata baik akan menjadikan puasa lebih bermakna.


2. Mengendalikan Hawa Nafsu dan Emosi


Puasa adalah latihan mengendalikan emosi. Rasulullah ﷺ bersabda:


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَالَ:

"الصِّيَامُ جُنَّةٌ، فَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَجْهَلْ، فَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ، فَلْيَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ، إِنِّي صَائِمٌ."

(رَوَاهُ البُخَارِيُّ، رقم: 1894؛ وَمُسْلِم، رقم: 1151)


"Puasa adalah perisai. Maka apabila salah seorang di antara kalian sedang berpuasa, janganlah berkata kotor dan jangan bertindak bodoh. Jika ada seseorang yang mencaci-maki atau mengajaknya bertengkar, hendaklah ia berkata, 'Sesungguhnya aku sedang berpuasa'."

(HR. Bukhari, no. 1894; Muslim, no. 1151)


Ketika kita diuji dengan kemarahan, ingatlah bahwa menahan emosi adalah bagian dari hakikat puasa. Rasulullah ﷺ memberikan teladan untuk bersabar dan tidak mudah terpancing.


3. Keutamaan Menahan Diri dari Kemarahan


Menahan amarah adalah salah satu ciri orang bertakwa. Allah ﷻ berfirman:


وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ ۝ الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

(سورة آلِ عِمْرَان: 133-134)


"Dan bersegeralah menuju ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang bertakwa. (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarah serta memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan."

(QS. Ali 'Imran: 133-134)


Seseorang yang mampu mengendalikan amarahnya akan mendapat kedudukan tinggi di sisi Allah. Sebaliknya, orang yang terbiasa melampiaskan emosi dengan mudah akan sulit meraih ketakwaan yang sempurna.


Kesimpulan


Puasa bukan hanya menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga menjaga lisan dan hawa nafsu. Dengan menahan perkataan sia-sia, menjauhi amarah, serta memperbanyak dzikir dan kebaikan, puasa kita akan lebih bermakna dan bernilai di sisi Allah.


Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba yang mampu mengendalikan lisan dan hawa nafsu, sehingga puasa kita benar-benar menjadi ibadah yang sempurna.





Popular Posts