'cookieChoices = {};' Nasihat Islami Untuk Kesehatan Jiwa dan Raga.: Hidayah Itu Dari Allah
Showing posts with label Hidayah Itu Dari Allah. Show all posts
Showing posts with label Hidayah Itu Dari Allah. Show all posts

Sunday, February 26, 2023

Hidayah Itu Dari Allah.




Secara Islami kita sangat perhatian masalah hidayah, karena secara dalil hidayah itu datangnya dari Allah. Allah telah memberi ketentuan bahwa barang siapa yang Allah menghendaki seseorang mendapat hidayah atau petunjuk, maka Allah akan melapangkan hati nya untuk menerima Islam. Sebaliknya Allah tidak menghendaki seseorang dapat hidayah maka hatinya akan sempit dalam menerima Islam, digambarkan orang itu seakan-akan disuruh naik kelangit.

Hidayah yang dimaksud adalah nikmat berupa keimanan yang diberikan oleh Allah kepada individu manusia.
Semua orang Islam berdoa antara lain yang sangat sering dibaca:

رَبَّنَآ اٰتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَّفِى الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَّقِنَا عَذَابَ النَّارِ ٢٠١


“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta lindungilah kami dari azab neraka.”

Itu artinya apa, orang yakin kehidupan itu ada di dunia dan ada kehidupan akhirat. 

Secara etimologis, hidayah berarti ar-rasyaad ‘bimbingan’ dan ad-dalaalah ‘petunjuk’. Kata ini bahkan punya keterkaitan yang erat dengan kata hadiah. Bedanya, hidayah bersifat abstrak dan spiritual, sedangkan hadiah bersifat konkret, material. Hidayah secara etimologi (bahasa) lawan dari al-dalālah yang bermakna kesesatan. Hidayah itu sendiri adalah memberi petunjuk. Alquran adalah mukjizat Islam secara etimologi lafaẓ hidayah yaitu bermakna yaitu menunjukkan, menuntun, memberitahu jalan yang benar.

Pada umumnya, hidayah dibagi menjadi dua yakni yang pertama hidayah bayan wal irsyad (penjelasan dan petunjuk). Hidayah ini cenderung dimiliki oleh para nabi dan rasul. Hidayah turun kepada mereka dan mereka punya kewajiban menyampaikan dan menjelaskan hal tersebut kepada umat yang ada bersama mereka pada saat itu.
Kemudian ada hidayah taufiq, yang merupakan hidayah yang Allah turunkan kepada hamba-hamba Allah, siapa saja, dengan syarat punya kemauan dan kesungguhan untuk mendapatkan hidayah Allah.
Allah menjadikan ilham dalam hati manusia untuk mengikuti jalan yang benar dan kelapangan dada untuk menerima kebenaran serta memilihnya. inilah hidayah (sempurna) yang mesti menjadikan orang yang meraihnya akan mengikuti petunjuk Allah SWT. Inilah yang disebutkan dalam firman-Nya:

{فإن الله يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ فَلا تَذْهَبْ نَفْسُكَ عَلَيْهِمْ حَسَرَاتٍ}

"Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi hidayah (taufik) kepada siapa yang dikehendaki-Nya" (QS Faathir: 8).

Contoh dalam keluarga Nabi, kakeknya, pamannya.

Firman Allah:

 إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

“Sesungguhnya kamu (hai Muhammad) tidak akan dapat memberi hidayah (petunjuk) kepada orang yang kamu cintai, tetapi Allah lah yang memberi petunjuk kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS. Al-Qashash : 56)

Ayat ini turun saat kematian Abu Thalib dalam keadaan ia musyrik kepada Allah. . Maka ucapan terakhir yang dikatakan oleh Abu Thalib adalah: bahwa ia tetap masih berada pada agamanya Abdul Muthalib, dan dia menolak untuk mengucapkan kalimat: “la ilaha illallah“, kemudian Rasulullah bersabda: “sungguh akan aku mintakan ampun untukmu kepada Allah, selama aku tidak dilarang”, lalu Allah menurunkan firman-Nya:

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَن يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ

“Tidak layak bagi seorang Nabi serta orang-orang yang beriman memintakan ampunan (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik.” (QS. Al Bara’ah: 113).

Dan berkaitan dengan Abu Thalib, Allah menurunkan firman-Nya:

إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ ۚ

“Sesungguhnya kamu (hai Muhammad tak bisa memberikan hidayah (petunjuk) kepada orang-orang yang kamu cintai, akan tetapi Allah lah yang memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya.” (QS. Al Qashash: 57).

 

Barang siapa yang dikehendaki Allah mendapat hidayah atau petunjuk, Allah akan melapangkan hati nya untuk menerima Islam. Akan tetapi barang siapa yang dikehendaki Allah tidak dapat hidayah maka hatinya akan sempit untuk menerima Islam, seakan-akan dia disuruh naik kelangit. QS. Al-An'am :125


Seperti dalam firman Allah SWT:

{وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ}

"Segala puji bagi Allah yang telah memberi hidayah kami ke (Surga) ini, dan kami tidak akan mendapat hidayah (ke Surga) kalau sekiranya Allah tidak menunjukkan kami" (QS al-A’raaf: 43).

Hidayah tidak dapat dibeli, tapi ini adalah nikmat Allah yang hanya dianugerahkan kepada hamba-Nya yang dikehendaki-Nya. Namun, ada beberapa jalan yang bisa dilakukan manusia untuk mendapatkan hidayah dari Allah SWT.

Firman Allah:

 إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

“Sesungguhnya kamu (hai Muhammad) tidak akan dapat memberi hidayah (petunjuk) kepada orang yang kamu cintai, tetapi Allah lah yang memberi petunjuk kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS. Al-Qashash : 56)

Maka ucapan terakhir yang dikatakan oleh Abu Thalib adalah: bahwa ia tetap masih berada pada agamanya Abdul Muthalib, dan dia menolak untuk mengucapkan kalimat: “la ilaha illallah“, kemudian Rasulullah bersabda: “sungguh akan aku mintakan ampun untukmu kepada Allah, selama aku tidak dilarang”, lalu Allah menurunkan firman-Nya:

 

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَن يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ

“Tidak layak bagi seorang Nabi serta orang-orang yang beriman memintakan ampunan (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik.” (QS. Al Bara’ah: 113).


Karena apabila Nabi Muhammad sebagai makhluk termulia dan yang paling tinggi kedudukannya di sisi Allah, tidak dapat memberi hidayah kepada siapapun yang beliau inginkan, maka tidak ada sembahan yang haq melainkan Allah, yang bisa memberi hidayah kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Allah yang lebih tahu hakikatnya- peristiwa ini adalah peristiwa paling menyedihkan yang dialami Rasulullah dalam hidupnya.
Memang benar, Rasulullah banyak mengalami musibah kehilangan orang-orang yang beliau cintai. Beliau menyaksikan dua orang istrinya wafat sebelum dirinya, Khadijah dan Zainab bin Khuzaimah radhiallahu ‘anhuma. Satu per satu anak-anak beliau wafat mendahului dirinya, kecuali Fatimah. Beliau juga kehilangan sahabat-sahabat dekat semisal Hamzah bin Abdul Muthalib, Abu Salamah bin Abdul Asad, Utsman bin Mazh’un, Saad bin Mu’adz, Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abu Thalib, dll. Radhiallahu ‘anhum. Tapi, musibah kematian Abu Thalib berbeda. Kematian Abu Thalib ini lebih terasa berat. Mengapa? Karena sang paman yang sangat beliau cintai wafat dalam kekufuran. Sedangkan keluarga dan sahabat-sahabatnya tadi wafat dalam keimanan. Beliau -dengan izin Allah- tetap akan berjumpa dengan mereka di telaganya dan di surga kelak. Adapun Abu Thalib, perpisahan dengannya adalah perpisahan untuk selama-lamanya.

Peristiwa wafatnya Abu Thalib ini memberikan pesan yang dalam pada kita bahwa segala perkara itu di tangan Allah. Dia mengetahui yang tidak kita ketahui. Dia mengetahui mata-mata yang khianat dan apa yang tersembunyi di sanubari. Dia tahu, mana orang yang layak mendapat hidayah.

Seseorang itu tak hanya dipandang zahirnya, tapi batinnya jauh lebih penting. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَادِكُمْ، وَلَا إِلَى صُوَرِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ». وَأَشَارَ بِأَصَابِعِهِ إِلَى صَدْرِهِ

“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada fisik kalian, tidak juga pada tampilan kalian. Akan tetapi ia melihat kepada hati kalian.” Nabi menunjukkan tangannya ke dada.

Orang-orang kafir Quraisy tidak menaruh iba untuk menghormati wafatnya pembesar bani Hasyim ini. Bahkan mereka bergembira dan menampakkan suka cita. Mereka berkumpul mengunakan kesempatan untuk semakin menyakiti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam benak mereka, sekarang Muhammad tanpa perlindungan.

Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu ‘anha mengatakan,

مَا زَالَتْ قُرَيْشٌ كَاعَّةً حَتَّى تُوُفِّيَ أَبُو طَالِبٍ

“Orang-orang Quraisy senantiasa takut dan lemah hingga wafatnya Abu Thalib.” (HR. Hakim dalam Mustadrak 4243).

Mereka berusaha menumpuk-numpuk derita Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Wafatnya Abu Thalib adalah ujian berat yang dihadapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di tahun ke-10 kenabian beliau. Di tahun ini, Nabi mengalami banyak musibah berat. Di awal tahun, orang-orang Quraisy memboikot bani Hasyim. Pemboikotan dimulai dari tahun ke-7 kenabian hingga ke-10. Hingga bani Hasyim tidak memiliki sesuatu untuk dimakan. Baru saja bebas dari pemboikotan, paman beliau wafat. Yang berat adalah, sang paman wafat dalam kekufuran. Tiga hari kemudian, istri beliau, Khadijah, wafat. Ujian terus berdatangan. Beliau semakin ditekan. Dan berturut-turut ujian lainnya. Termasuk ditolak berdakwah di Thaif. Karena itu, wajar tahun ini disebut tahun kesedihan.

 

Nasihat dan saran mengingat hidayah yang diberikan Allah pada masing-masing sebagai manusia, maka bagaimana baiknya kita menyikapi nasehat hidayah, utamanya untuk diri kita masing-masing dan keluarga. Kita orang yakin kehidupan itu dunia dan kehidupan akhirat, itu haq, pasti terjadi. Kita pun meyakini kalau sorga itu haq pasti akan ditemui, dan neraka itu haq, pasti akan keberadaannya. Kehidupan dunia kehidupan yang fana tempatnya cobaan, untuk menentukan kehidupan akhirat kita. Sebagai orang Islam kita selalu berdoa, “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta lindungilah kami dari azab neraka.”

Untuk mencapai itu semua di dunia bahagia dan akhirat bahagia artinya masuk sorga, cara yang ditempuh dalam mengisi hidup di dunia kita harus berusaha mendekatkan diri pada Allah. Caranya, adalah dengan Taqorrub ilallah, yaitu lewat. Kesungguhan niat mendekatkan diri pada Allah. Mengerjakan kewajiban-kewajiban ibadah dengan tertib. Memperbanyak sholat sunnah, puasa sunnah, dan shodaqoh.  Membaca Al-Quran dengan mengerti maknanya. Berdoa dan sholat pada sepertiga malam yang akhir (qiyamullail). Banyak dzikir kepada Allah. Sabar keporo ngalah , menahan hawa nafsu dan menjadikan syaitan sebagai musuh. Menjauhi dosa besar dan tidak meremehkan dosa kecil. Menjaga pergaulan,  menghindari ahli maksiat. Memperbanyak istighfar dan taubat kepada Allah, tobat berarti berpindah dari hal yang kurang baik menuju ke kehidupan dengan penuh keimanan Allah SWT, dan taubat dalam arti sesungguhnya.

Demikianlah, pemahaman hidayah itu dari Allah, mudah-mudahan saja bermanfaat dan barokah..



Sumber :

ganaislamika.com
bincangsyariah.com
muslim.or.id
kompasiana.com 
quran.kemenag.go.id
youtube.com/watch?v=gQ_d-jLXdLM

QS. Thaha : 50
QS. Al-Baqarah: 5
QS. Fatir :4
QS Al-An'am: 125
QS. Al-A'raf:178
QS Fushshilat: 17
QS Al-A’raaf: 43
QS. Al Qashash: 57
QS Asy-Syura : 52

Popular Posts