'cookieChoices = {};' Nasihat Islami Untuk Kesehatan Jiwa dan Raga.: September 2025

Tuesday, September 23, 2025

Para Syuhada Uhud: Hidup Bahagia di Surga


 




🌿

Di tengah derasnya arus dunia, kita sering lupa bahwa kemuliaan sejati bukanlah pada panjangnya usia, melainkan pada bagaimana kita mengisinya. Kisah para syuhada Perang Uhud yang diabadikan Allah dalam QS. Âli ‘Imrân ayat 170 adalah pengingat yang menggugah: mereka yang gugur di jalan Allah bukanlah mati, melainkan hidup di sisi-Nya, diberi rezeki dan kenikmatan yang tidak pernah kita bayangkan.

Rasulullah ﷺ menggambarkan keadaan ruh mereka berada dalam burung-burung hijau yang bebas menikmati sungai-sungai surga, buah-buahannya, dan bernaung di bawah ‘Arsy. Mereka berharap kita yang masih di dunia tahu kemuliaan ini, agar tidak ragu berjuang menegakkan kebenaran.

Pengantar ini mengajak kita berhenti sejenak, merenungi perjalanan hidup: adakah kita siap mengorbankan diri demi iman, ataukah kita masih berat melangkah? Kisah para syuhada ini bukan sekadar sejarah, tetapi cermin bagi setiap hati yang rindu pada ridha-Nya.


Temukan Alcavella - Zaura Koko Series | Baju Pria Dewasa Muslim Premium Lengan Panjang Ied Lebaran seharga Rp584.550. Dapatkan sekarang juga di Shopee! ) 






(Renungan QS. Âli ‘Imrân:170)

Allah ﷻ berfirman:

فَرِحِينَ بِمَآ ءَاتَىٰهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضْلِهِۦ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِٱلَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا۟ بِهِم مِّنْ خَلْفِهِمْ أَلَّا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

“Mereka (para syuhadâ’) bergembira dengan karunia yang Allah berikan kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang mereka (yang belum menyusul mereka) bahwa tidak ada rasa takut pada mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Âli ‘Imrân:170)

Ayat ini turun berkenaan dengan para syuhada Perang Uhud. Dalam sebuah hadits 


Sahih Muslim no. 1887 tentang ruh para syuhada yang berada dalam burung hijau dan keistimewaan mereka. :

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ
أَرْوَاحُهُمْ فِي جَوْفِ طَيْرٍ خُضْرٍ لَهَا قَنَادِيلُ مُعَلَّقَةٌ بِالْعَرْشِ تَسْرَحُ مِنَ الْجَنَّةِ حَيْثُ شَاءَتْ ثُمَّ تَأْوِي إِلَى تِلْكَ الْقَنَادِيلِ فَاطَّلَعَ إِلَيْهِمْ رَبُّهُمْ اطِّلاَعَةً فَقَالَ هَلْ تَشْتَهُونَ شَيْئًا قَالُوا أَيَّ شَيْءٍ نَشْتَهِي وَنَحْنُ نَسْرَحُ مِنَ الْجَنَّةِ حَيْثُ شِئْنَا فَفَعَلَ ذَلِكَ بِهِمْ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ فَلَمَّا رَأَوْا أَنَّهُمْ لَنْ يُتْرَكُوا مِنْ أَنْ يُسْأَلُوا قَالُوا يَا رَبِّ نُرِيدُ أَنْ تَرُدَّ أَرْوَاحَنَا فِي أَجْسَادِنَا حَتَّى نُقْتَلَ فِي سَبِيلِكَ مَرَّةً أُخْرَى بِاللهِ اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

(Sahih Muslim 1887)

Terjemahan ringkasnya:

“Ruh mereka berada dalam perut-perut burung hijau yang memiliki lampu-lampu gantung di bawah ‘Arsy, mereka bebas berkeliaran dari surga di mana saja mereka suka, kemudian mereka kembali ke lampu-lampu tersebut. Tuhannya memandang mereka dan bertanya: Apakah kalian menginginkan sesuatu? Mereka menjawab: ‘Apa yang kami inginkan—kami bebas berkeliaran dari surga ke mana kami mau.’ Allah bertanya tiga kali. Setelah mereka menyadari bahwa mereka tidak akan dibiarkan tanpa diberi pertanyaan, mereka berkata: ‘Ya Rabb, kami ingin agar Engkau kembalikan ruh kami ke badan kami supaya kami bisa terbunuh di jalan-Mu sekali lagi.’ Maka Allah melihat bahwa mereka tidak butuh apa pun lagi, lalu dibiarkan dalam kegembiraan mereka.”


Hadits ini memberi gambaran indah: para syuhada hidup dalam kebahagiaan, ruh mereka berada dalam burung-burung hijau yang bebas menjelajahi sungai-sungai dan buah-buahan surga, lalu kembali ke lentera emas di bawah naungan ‘Arsy. Mereka berharap kaum mukminin yang masih di dunia mengetahui kemuliaan mereka agar tidak berat membela agama Allah.

Renungan ini menjadi pengingat bahwa mati syahid bukanlah akhir, melainkan kehidupan yang penuh kemuliaan. Ayat ini juga menjadi motivasi bagi orang beriman untuk tetap teguh membela kebenaran, tidak takut dan tidak bersedih hati, sebab balasan Allah jauh lebih agung dari pengorbanan kita.


Pesan yang Bisa Diambil

  1. Orang yang gugur di jalan Allah bukanlah mati dalam pengertian kita; mereka hidup di sisi Allah.
  2. Para syuhada merasakan kenikmatan surga bahkan sebelum kiamat tiba.
  3. Keinginan para syuhada agar kita tidak takut berjuang membela agama menjadi motivasi bagi kita untuk tetap teguh di atas iman.






Friday, September 5, 2025

Kematian: Peringatan Abadi bagi Setiap Jiwa

 









Kematian: Peringatan Abadi bagi Setiap Jiwa

Pengantar

Kematian adalah sebuah kepastian. Tidak ada seorang pun yang mampu menghindarinya, baik ia raja maupun rakyat, kaya maupun miskin, muda maupun tua. Dunia ini hanyalah persinggahan sementara, tempat kita diuji apakah kita benar-benar tunduk kepada Allah atau justru terpedaya oleh gemerlap dunia.

Allah ﷻ telah menegaskan dalam Al-Qur’an bahwa kematian adalah keniscayaan yang tidak bisa ditunda barang sedetik pun. Kesadaran akan hal ini seharusnya menjadi pengingat agar kita tidak terlena oleh harta, kedudukan, atau kesenangan dunia yang fana.


Kepastian Kematian

Allah ﷻ berfirman:

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Dan hanya pada hari kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia itu hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (QS. Ali Imran: 185)

Ayat ini menegaskan bahwa kemenangan sejati bukanlah banyaknya harta, tingginya jabatan, atau panjangnya usia, melainkan selamat dari api neraka dan masuk ke dalam surga Allah.


Harta Bukan Jaminan

Sering kali manusia terjebak dalam ilusi harta. Mereka mengira bahwa dengan harta yang bertumpuk, hidup akan selamat. Padahal Allah ﷻ mengingatkan:

وَمَا أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ بِالَّتِي تُقَرِّبُكُمْ عِنْدَنَا زُلْفَىٰ إِلَّا مَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا
“Dan harta-hartamu serta anak-anakmu itu, sekali-kali tidaklah mendekatkan kamu kepada Kami, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih.” (QS. Saba’: 37)

Harta hanyalah ujian. Bagi yang kaya, apakah ia bersyukur, berzakat, dan berinfak? Bagi yang miskin, apakah ia tetap bersabar, tidak berputus asa, dan menjaga kehormatan dirinya?

Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ، وَإِنَّ اللَّهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُونَ
“Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau. Allah menjadikan kalian sebagai khalifah di dalamnya, lalu Dia akan melihat bagaimana kalian berbuat.” (HR. Muslim no. 2742)


Hidayah Lebih Berharga dari Harta

Apa arti harta jika tanpa hidayah? Berapa banyak orang kaya yang tersiksa batinnya, kehilangan arah hidup, dan mati dalam keadaan lalai dari Allah.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: 

قُلْ بِفَضْلِ اللّٰهِ وَبِرَحْمَتِهٖ فَبِذٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوْاۗ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُوْنَ

Katakanlah (Nabi Muhammad kepada Ummat mu yang sudah beriman ), “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya itu ( hidayah Allah), hendaklah mereka bergembira. Itu ( hidayah Allah) lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.”

(Yūnus ayat:58)



Allah ﷻ berfirman:

وَمَن يُؤْمِنۢ بِٱللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُۥ
“Dan barangsiapa beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya.” (QS. At-Taghabun: 11)

Petunjuk Allah adalah cahaya yang lebih berharga dari segala harta. Tanpa hidayah, harta hanya menjadi beban yang menyeret pemiliknya ke dalam siksa.

Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, niscaya Allah akan memahamkannya tentang agama.” (HR. Bukhari no. 71, Muslim no. 1037)


Penutup 

Saudaraku, hidup ini hanyalah perjalanan singkat menuju akhirat. Harta, jabatan, dan dunia yang kita kejar mati-matian hanyalah titipan. Sementara itu, amal shalih, dzikir, doa, dan ketundukan hati kepada Allah lah yang akan menemani kita di alam kubur.

Ingatlah, kematian tidak pernah mengetuk pintu. Ia bisa datang kapan saja, tanpa peringatan. Maka berbekallah dengan hidayah, amal shalih, dan hati yang selalu rindu bertemu Allah.

Semoga Allah ﷻ menjadikan kita hamba-hamba yang selalu sadar bahwa dunia hanyalah ujian, dan kemenangan sejati adalah ketika kelak kita dipanggil dengan kalimat penuh kemuliaan:

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً فَادْخُلِي فِي عِبَادِي وَادْخُلِي جَنَّتِي
“Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan ridha dan diridhai. Maka masuklah ke dalam (golongan) hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. Al-Fajr: 27–30)






Monday, September 1, 2025

Pelajaran Syukur dari Jin dalam Surah Ar-Rahman, sebagai Makhluk Allah

 




Temukan Aghnisan Long Lite Classy Baju Olahraga Muslimah Syari seharga Rp378.000. Dapatkan sekarang juga di Shopee


Temukan kisah unik tentang jawaban jin saat Rasulullah ﷺ membacakan Surah Ar-Rahman. Dalil lengkap dalam bahasa Arab, tafsir ulama, serta pelajaran syukur yang mendalam dari ayat ‘Fabi ayyi alaa rabbikuma tukadzdziban’.”



Pelajaran Syukur dari Jin dalam Surah Ar-Rahman, sebagai Makhluk Allah

Pendahuluan

Surah Ar-Rahman adalah salah satu surah Al-Qur’an yang paling indah dan penuh dengan pengulangan ayat “فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ”Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu berdua ( jin dan manusia) yang kamu berdua dustakan ( kamu tidak percaya itu dariku ( Allah) ?”. Ayat ini diulang sebanyak 31 kali, sebagai pengingat bagi manusia dan jin agar selalu menyadari betapa banyak nikmat Allah yang diberikan.

Namun, ada sebuah kisah menarik ketika Rasulullah ﷺ membacakan Surah Ar-Rahman kepada para sahabat. Beliau mengungkapkan bahwa jin justru lebih baik dalam memberikan jawaban dibanding manusia. Mari kita simak dalil dan pelajarannya.


Hadits tentang Jawaban Jin

Dari Jabir bin ‘Abdillah, ia berkata:

«قَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ سُورَةَ الرَّحْمَنِ عَلَى أَصْحَابِهِ فَسَكَتُوا، فَقَالَ: لَقَدْ قَرَأْتُهَا عَلَى الْجِنِّ لَيْلَةَ الْجِنِّ فَكَانُوا أَحْسَنَ مَرْدُودًا مِنْكُمْ، كُنْتُ كُلَّمَا أَتَيْتُ عَلَى قَوْلِهِ: ﴿فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ﴾ قَالُوا: لَا بِشَيْءٍ مِنْ نِعَمِكَ رَبَّنَا نُكَذِّبُ، فَلَكَ الْحَمْدُ»
(HR. at-Tirmidzi no. 3291, al-Bayhaqi dalam Syu’ab al-Iman)

Artinya:
“Rasulullah ﷺ membacakan Surah Ar-Rahman kepada para sahabat, lalu mereka terdiam. Beliau bersabda: ‘Sungguh aku telah membacakannya kepada para jin pada malam jin, maka mereka lebih baik jawabannya daripada kalian. Setiap kali aku sampai pada firman Allah: ﴿فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ﴾, mereka menjawab: ‘Tidak ada sedikit pun dari nikmat-Mu, wahai Rabb kami, yang kami dustakan; bagi-Mu segala puji.’


Tafsir Ulama tentang Hadits Ini

  1. Tafsir Al-Qurṭubī
    Menukil hadits di atas dan menekankan bahwa jin menjawab dengan penuh syukur, berbeda dengan manusia yang sering diam dan lalai.

  2. Tafsir Jalalayn
    Menyebutkan bahwa jin memberi respon yang benar: mengakui nikmat Allah dan memuji-Nya.

  3. Ad-Durr al-Manthūr (As-Suyūṭī)
    Menghimpun riwayat dari banyak sanad yang menegaskan respons jin setiap kali mendengar ayat tersebut.


Pelajaran yang Bisa Diambil

  1. Syukur adalah jawaban terbaik
    Ketika Allah mengingatkan tentang nikmat-Nya, seharusnya manusia menjawab dengan pengakuan dan rasa syukur, bukan diam.

  2. Jin bisa lebih taat dibanding manusia
    Kisah ini menunjukkan bahwa sebagian jin beriman dan tunduk kepada Allah. Bahkan mereka langsung menjawab dengan kalimat penuh pengakuan:

لَا بِشَيْءٍ مِنْ نِعَمِكَ رَبَّنَا نُكَذِّبُ فَلَكَ الْحَمْدُ

  1. Peringatan bagi manusia yang lalai
    Jika jin bisa mengakui nikmat Allah, bagaimana mungkin manusia yang melihat dan merasakan nikmat itu setiap hari justru mendustakannya?

Penutup

Surah Ar-Rahman bukan hanya bacaan yang indah, tetapi juga dialog terbuka antara Allah dengan manusia dan jin. Respons jin yang penuh syukur menjadi teladan bagi kita: setiap kali mendengar atau membaca ayat “فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ”, hendaknya hati kita menjawab dengan ikhlas:

“Tidak ada sedikit pun nikmat-Mu, ya Allah, yang kami dustakan; segala puji hanya untuk-Mu.”

Semoga kita menjadi hamba yang lebih peka dalam mensyukuri nikmat Allah, dan tidak kalah dengan jin dalam merespons ayat-ayat-Nya.






Menemukan Ketenangan Jiwa Lewat Shalat Lima Waktu

 




(   Temukan Jubah Gamis Pria slimfit ALIF jubah gamis pria muslim jubbah thobe busana muslim kurta jubah alfaan gamis alzan gamis jubah hitam jubah putih lengan panjang seharga Rp145.425. Dapatkan sekarang juga di Shopee!  ) 


🕌 Menemukan Ketenangan Jiwa Lewat Shalat Lima Waktu

Pendahuluan

Di era modern ini, banyak orang merasa hidup penuh tekanan, gelisah, dan kehilangan arah. Hati manusia mendambakan ketenangan, namun rutinitas dunia seringkali membuatnya jauh dari kedamaian. Dalam Islam, Allah telah memberikan jawaban sederhana namun agung: shalat lima waktu.

Shalat bukan hanya kewajiban, melainkan hadiah spiritual yang menenangkan pikiran, menyejukkan hati, dan menguatkan jiwa. Setiap kali seorang Muslim mendirikan shalat, ia sedang memperbarui hubungan dengan Allah sekaligus menata ulang ketenangan batinnya.


Shalat sebagai Sumber Kedamaian Batin

Shalat adalah momen percakapan hamba dengan Rabb-nya. Setiap takbir merupakan jeda dari hiruk-pikuk dunia, dan setiap sujud adalah pelepasan beban. Pada posisi paling rendah itulah seorang Muslim justru merasakan kekuatan terbesar—yaitu dengan berserah diri sepenuhnya kepada Allah.

Para pakar psikologi saat ini mendorong praktik mindfulness untuk mengurangi stres. Menariknya, Islam sudah mengajarkan bentuk mindfulness ini sejak lebih dari 14 abad yang lalu melalui shalat. Dengan khusyuk dalam shalat, seorang Muslim melatih fokus, kesadaran diri, dan sekaligus menenangkan jiwanya.


Landasan Qur’ani: Shalat Membawa Ketenangan

Al-Qur’an berulang kali menegaskan fungsi shalat sebagai penuntun dan penenang hati:

“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) itu lebih besar (keutamaannya).”
(QS. Al-‘Ankabut: 45)

“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.”
(QS. Ar-Ra’d: 28)

Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa shalat bukan semata ritual, melainkan juga terapi ruhani yang menenangkan jiwa.


Manfaat Shalat dalam Pandangan Ilmiah

Selain dimensi spiritual, shalat juga terbukti bermanfaat secara ilmiah. Penelitian modern menunjukkan bahwa ibadah rutin seperti shalat mampu:

  • Menurunkan tingkat stres.
  • Menyeimbangkan emosi.
  • Memperbaiki kualitas tidur.
  • Menguatkan daya tahan tubuh.

Gerakan shalat—berdiri, rukuk, sujud—mendorong sirkulasi darah lebih baik, melatih fleksibilitas, sekaligus memberikan relaksasi alami. Tidak heran bila banyak Muslim merasakan keseimbangan jiwa-raga setelah menjaga shalat dengan disiplin.


Tips Agar Shalat Lebih Menenangkan

Agar shalat benar-benar menghadirkan kedamaian, kita perlu menjaganya dengan penuh kesadaran. Beberapa langkah sederhana berikut bisa membantu:

  1. Hadirkan niat sebelum shalat – tarik napas dalam, ingat bahwa Anda sedang berdiri di hadapan Allah.
  2. Baca dengan perlahan – biarkan setiap ayat menyentuh hati.
  3. Gunakan sujud sebagai curhat kepada Allah – ceritakan keluh kesah, doa, dan harapan.
  4. Shalat tepat waktu – menjaga waktu shalat membantu hati lebih tenteram sepanjang hari.
  5. Lanjutkan dengan dzikir dan doa – panjangkan ibadah setelah salam, agar hati tetap lembut.

Renungan Sehari-hari

Cobalah perhatikan perbedaan hari ketika shalat dijaga tepat waktu dengan hari ketika ditunda. Banyak Muslim merasakan hidup lebih ringan, hati lebih tenang, dan pikiran lebih teratur saat shalat ditegakkan dengan baik.

Seorang sahabat pernah berkata:

“Ketika aku menjaga shalatku, hatiku terasa aman. Tapi saat aku menunda atau melalaikannya, hidupku terasa kacau.”

Itulah bukti nyata janji Allah: shalat menghadirkan perlindungan dan ketenangan.


Penutup

Kedamaian sejati bukan berarti hidup tanpa masalah, melainkan hati yang senantiasa merasa ditemani Allah. Shalat lima waktu adalah kunci untuk memperoleh ketenangan itu—bukan beban, melainkan rahmat.

Setiap adzan yang berkumandang adalah undangan untuk kembali kepada Allah. Sambutlah dengan hati yang hadir, dan rasakan kedamaian yang mengalir dalam jiwa.



Popular Posts